Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menemukan sejumlah kendala pembangunan smelter demi menggencarkan hilirisasi sumber daya dalam negeri.
Pemerintah menggencarkan proyek hilirisasi untuk memberikan nilai tambah produk dan perluasan lapangan kerja. Selain itu, hal tersebut juga akan meningkatkan penerimaan kepada negara.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM mengatakan bahwa saat ini terdapat 19 smelter yang telah terbangun. Jumlah itu akan ditambah dengan empat smelter yang ditargetkan selesai tahun ini.
“Pada 2024 akan terbangun 30 smelter nikel dengan total investasi US$8 miliar,” katanya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (10/11/2021).
Berdasarkan data Badan Geologi, sumber daya nikel masih tersedia hingga 13,7 miliar ton bijih, dengan total cadangan terbukti dan terkira mencapai 4,6 miliar ton. Nikel juga disebut sebagai sumber daya utama untuk produk baterai pada kendaraan listrik.
Catatan kementerian menemukan lima fasilitas pemurnian nikel telah dibangun dengan progres kurang dari 30 persen, 10 proyek sudah berprogres 30–90 persen, dan 15 lainnya telah mencapai di atas 90 persen.
Baca Juga
Dari keseluruhan proyek tersebut, total kapasitas input yang dapat diterima mencapai 81,07 juta ton per tahun, serta produksi hingga 5,63 juta ton per tahun.
Namun dalam perjalannya, sejumlah pembangunan mengalami ragam kendala. Beberapa kendala utama, seperti perizinan, pembebasan lahan, kendala pada pasokan energi, hingga pendanaan.
Setidaknya 12 perusahaan disebut mengalami kendala dalam pembiayaan pembangunan smelter. Beberapa di antaranya adalah Smelter Nikel Indonesia, Bintang Smelter Indonesia, Macika Mineral Industri, Mahkota Konaweeha, dan Artabumi Sentra.
“Setidaknya 12 perusahaan mengalami masalah pendanaan, delapan di antara perusahaan smelter nikel. Adapun dana yang dibutuhkan berkisar US$4,5 miliar,” terangnya.