Bisnis.com, JAKARTA – Sebanyak 20 miliarder dunia dikabarkan membeli sejumlah properti premium dan berencana menetap di Dubai, salah satu federasi dari tujuh emirat di Negeri Kaya Minyak Uni Emirat Arab.
Direktorat Jenderal Pertahanan Sipil Dubai bahkan menyebut volume penjualan properti di Dubai meningkat 136,5 persen pada Agustus dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Luxhabitat Sotheby's International Realty juga sempat menyebut adanya peningkatan bisnis sekitar 300 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Negeri yang pada puncak musim panas bisa bersuhu hingga 50 derajat celcius ini memang ‘panas’ dalam hal aktivitas perekonomian. Meskipun berada di tengah-tengah gurun, investasi Uni Emirat Arab (UEA) ternyata mengalir sampai jauh ke seluruh dunia.
Gedung-gedung perkantoran yang megah berdiri di tengah-tengah padang gurun ini bukanlah sebatas fatamorgana. Sendi-sendi negeri gurun metropolitan ini tetap berdenyut dan berderap di tengah serbuan tanpa ampun pandemi Covid-19.
Apalagi, kini negara federasi tersebut tengah mengadakan perhelatan akbar yang bertajuk World Expo 2020 Dubai yang berlangsung selama 6 bulan dan dihadiri oleh lebih dari 129 negara.
Baca Juga
Indonesia sendiri mendapat tempat ‘khusus’ dan terhormat dalam gelaran tersebut melalui penyelenggaraan National Day pada Kamis (4/11/2021), di mana Presiden Joko Widodo akan membuka dan menyaksikan langsung puncak acara Indonesia di tengah padang gurun ini dengan ditemani oleh Putra Mahkota.
Hubungan Indonesia dan Uni Emirat Arab memang mendapat tempat spesial di hati masing-masing kedua negara.
Hanya butuh 5 tahun setelah negara federasi Uni Emirat Arab diproklamirkan, Indonesia langsung mengakui keberadaan negara tersebut dan membuka hubungan diplomatik pada 1976. Kedutaan Besar Republik Indonesia (RI) di Abu Dhabi dibuka pada 28 Oktober 1978 dipimpin oleh Kuasa Usaha Sementara.
Selanjutnya, sejak 29 Maret 1993, Perwakilan RI di Abu Dhabi ditingkatkan menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh. UEA sendiri membuka perwakilannya di Indonesia sejak 10 Juni 1991 dipimpin oleh seorang Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh.
Disamping KBRI terdapat Konsulat Jenderal RI (dibuka Februari 2003) dan Indonesian Trade Promotion Centre (ITPC) di Dubai dalam rangka meningkatkan ekspor komoditi non-migas Indonesia.
Hubungan Indonesia-UEA berkembang dengan baik di bidang politik, ekonomi hingga sosial dan budaya sampai 45 tahun kemudian di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Jalan Presiden Joko Widodo
Hubungan makin mesra ketika nama Presiden Joko Widodo atau Jokowi diabadikan menjadi nama jalan di Abu Dhabi.
Peresmian nama Jalan Presiden Joko Widodo itu dilakukan Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) pada Senin (19/10/2020).
Seremoni peresmian nama Jalan Presiden Joko Widodo (dalam bahasa Inggris: President Joko Widodo Street) tersebut digelar di Abu Dhabi oleh Sheikh Khalid bin Mohammed bin Zayed Al Nahyan, anggota sekaligus Chairman Abu Dhabi Executive Office.
Tak berlebihan jika momen tersebut menjadi bentuk penghormatan Pemerintah UEA kepada Presiden Joko Widodo dalam memajukan hubungan bilateral RI-UEA.
Jalan Presiden Joko Widodo terletak di salah satu ruas jalan utama, yang membelah Abu Dhabi National Exhibition Center (ADNEC) dengan Embassy Area, kawasan yang ditempati sejumlah Kantor Perwakilan Diplomatik.
Adapun, nama jalan ini sebelumnya adalah Al Ma’arid Street (dalam bahasa Indonesia artinya ekshibisi/pameran) yang menghubungkan jalan Rabdan dengan jalan Tunb Al Kubra.
Ini seolah melengkapi hubungan baik Indonesia dengan sejumlah negara, sesuai dengan politik bebas aktif yang selama ini dipegang teguh, seperti halnya Jalan Sukarno di Rabat, Maroko atau Jalan Raden Adjeng Kartini di Amsterdam, Belanda.
Mengiringi penamaan nama Jalan Presiden Joko Widodo, perubahan nama jalan di Abu Dhabi dengan nama pemimpin negara sahabat sebelumnya pernah dilakukan UEA pada 23 September 2019. Saat itu mereka meresmikan jalan King Salman bin Abdulaziz Al Saud di salah satu ruas jalan di Abu Dhabi.
Nama jalan raja Arab Saudi itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan atas kontribusi Raja Salman kepada dunia Islam dan untuk memperkuat hubungan bilateral UEA-Arab Saudi, serta rakyat kedua negara.
Tak mau kalah, Jokowi pun membalas keakraban sultan gurun dengan mengubah nama jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II menjadi Jalan Layang Sheikh Mohamed Bin Zayed (MBZ).
Apakah kemudian Presiden Joko Widodo mendapat tempat khusus di hati rakyat UEA, seperti halnya Raja Salman?
Investasi Uni Emirat Arab
Seperti diketahui, jejak investasi Uni Emirat Arab di Indonesia sudah mengalir sampai jauh dan tengah deras-derasnya.
Pasalnya, Abu Dhabi, kota terbesar di UEA, telah menjanjikan investasi besar-besaran di Indonesia, yang nilainya mencapai lebih dari Rp300 triliun, yang sebagian diantaranya dibenamkan untuk pembangunan Ibu Kota baru Indonesia dan sebagian lagi masuk melalui Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia atau Indonesia Investment Authority (INA), yang tampaknya digagas demi menampung dana-dana investasi para sultan gurun.
Tak heran jika Jokowi pun terbang langsung untuk menemui mereka demi mendapatkan komitmen.
UEA sendiri sudah lebih dulu memiliki raksasa dana investasi bernama Abu Dhabi Investment Authority (ADIA). Dana kelolaan (Asset Under Management/AUM) SWF UEA itu mencapai US$579,62 miliar per Juli 2020.
Mereka berada di urutan ketiga dunia, cuma kalah dari Norway Government Pension Fund milik Pemerintah Norwegia yang telah menghimpun dana kelolaan US$1,18 triliun, serta China Investment Corporation milik Pemerintah China yang memiliki aset kelolaan US$940,6 miliar.
Jejak terakhir ADIA di Indonesia sendiri baru saja terjadi beberapa pekan yang lalu ketika entitas hasil merger antara Gojek dan Tokopedia, yakni GoTo Group, mengumumkan perjanjian penggalangan dana pra-IPO dengan Abu Dhabi Investment Authority.
Perjanjian tersebut menjadikan SWF asal Timur Tengah memimpin penggalangan dana pra-IPO GoTo dengan investasi senilai Rp5,64 triliun atau US$400 juta.
CEO GoTo Group Andre Soelistyo mengatakan ADIA merupakan investor terbaru di perusahaan dan yang pertama dalam penggalangan dana pra-IPO GoTo.
“Dukungan dengan skala seperti ini menegaskan bahwa Indonesia dan Asia Tenggara akan menjadi tujuan besar selanjutnya untuk investasi teknologi,” kata Andre beberapa waktu lalu.
Menarik bahwa transaksi senilai Rp5,64 triliun tersebut menjadi investasi pertama oleh Departemen Private Equities ADIA ke dalam perusahaan teknologi Asia Tenggara, dan sekaligus investasi terbesarnya di Indonesia.
ADIA sendiri menjadi investor terbaru yang masuk ke dalam daftar investor global di GoTo saat ini, menyusul Alibaba Group, Astra International, Facebook, Global Digital Niaga (GDN), Google, KKR, PayPal, Sequoia Capital India, SoftBank Vision Fund 1, Telkomsel, Temasek, Tencent, dan Warburg Pincus.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Departemen Private Equities ADIA Hamad Shahwan Al Dhaheri mengatakan, investasi ADIA di GoTo sejalan dengan berbagai tema investasi utama ADIA.
Salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi digital di negara-negara Asia Tenggara yang berkembang pesat.
“Kami melihat potensi yang kuat di wilayah ini, terutama di Indonesia, di mana latar belakang ekonomi yang dinamis mendorong ADIA untuk terus memperkuat kehadirannya di negara ini,” kata Hamad.
Dia juga menyebutkan bahwa pihaknya telah memantau kinerja Gojek dan Tokopedia sejak lama, bahkan sebelum keduanya merger.
“Kami sangat senang bisa bermitra dengan GoTo dan tim manajemennya di fase perkembangan selanjutnya,” kata Hamad.
GoTo Group menghasilkan lebih dari 1,8 miliar transaksi pada 2020 dengan total nilai transaksi bruto (GTV) sebesar lebih dari US$22 miliar.
Sebelumnya, pada Mei 2021, INA juga telah meneken Memorandum of Understanding (MoU) dengan ADIA serta Caisse de dépôtet placement du Québec (CDPQ) dan APG Asset Management (APG).
Para investor tersebut akan membentuk platform investasi dengan kapasitas sekitar Rp54 triliun yang akan menyasar proyek jalan tol.
Di samping itu, ADIA juga dikabarkan menjadi investor institusi yang siap menyerap saham PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), yang merupakan anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM).
Mitratel sendiri dikabarkan bakal melantai di bursa saham Indonesia pada tahun ini. Aksi korporasi ADIA ke Mitratel, disebut-sebut akan dilakukan melalui SWF INA.
Akan tetapi, hingga saat ini, rupanya investasi dari ADIA dan sejumlah investor lain belum kunjung nampak realisasinya di INA.
Meski demikian, suntikan dana SWF Abu Dhabi ke GoTo tentu menjadi indikasi positif bagi industri digital Tanah Air dan sektor-sektor ekonomi lainnya.
Apalagi, dalam kunjungan Jokowi ke UEA pekan ini, Presiden kembali bertemu dengan Sheikh Mohamed Bin Zayed (MBZ) untuk melanjutkan perundingan putaran kedua Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Emirat Arab atau Indonesia-United Arab Emirates Comprehensive Economic Partnership Agreement (Indonesia-UAE CEPA).
Salah satu poin pembicaraan utama kedua pemimpin negara tersebut adalah kemitraan dalam pembangunan ibu kota baru.
Kedua pemimpin tersebut sepakat untuk menindaklanjuti secara intensif berupa pertemuan-pertemuan pada tingkat teknis. Ibu Kota baru adalah agenda lama yang hingga kini belum terealisasi seiring dengan pandemi Covid-19.
Semoga kemesraan antara kedua negara dapat tetap terjaga hingga terealisasi satu demi satu.