Bisnis.com, DUBAI – Kementerian Perindustrian membeberkan produsen gula terbesar di Dubai dan terbesar kelima di dunia, yaitu Al Khaleej Sugar Co, siap untuk membenamkan dana investasi sebesar US$2 miliar atau sekitar Rp28,68 triliun (dengan kurs Rp14.343 per dolar AS) di etanol dalam negeri.
Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika mengungkapkan, Al Khaleej Sugar Co sangat tertarik untuk memasok bahan bakar di dalam negeri.
“Kami sudah bertemu lagi tadi pagi. Mereka [Al Khaleej Sugar] siap memasok etanol sebanyak 750.000 ton per tahun. Nilai investasinya sekitar US$2 miliar,” ujarnya di sela-sela World Expo 2020 Dubai, Rabu (3/11/2021) malam.
Dia menjelaskan, etanol dapat digunakan sebagai campuran bahan bakar dan berfungsi untuk meningkatkan oktan bahan bakar minyak atau BBM.
Saat ini, produsen gula terbesar di Uni Emirat Arab (UEA) itu tengah menanti kepastian kebutuhan pasokan etanol di Indonesia dan peluang insentif fiskal berupa pembebasan cukai.
Pasalnya, harga etanol sebagai campuran bahan bakar memerlukan pembebasan cukai agar dapat kompetitif.
Baca Juga
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12/2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32/2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain, maka penggunaan bioetanol E5 diwajibkan pada 2020 dengan formulasi 5 persen etanol dan 95 persen bensin, serta akan meningkat ke E20 pada 2025.
Sejauh ini Indonesia masih kekurangan pasokan etanol, sehingga realisasi program tersebut juga tersendat-sendat.
Indonesia pun masih mengimpor etanol dalam jumlah yang cukup besar. Kebijakan impor dipilih mengingat ongkos produksi yang masih tinggi dan berakibat pada kurang kompetitifnya etanol sebagai bahan bakar alternatif untuk kendaraan.
Mengingat nilai investasinya yang besar, Kementerian Perindustrian pun sigap menginventarisir sejumlah persoalan demi menyiapkan jalan bagi investasi etanol dari UEA.
“Kami sudah sampaikan ke Pertamina dan mereka menyambut baik. Tinggal bagaimana agar cukai dari etanol ini bisa dikecualikan agar bisa kompetitif,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa pemerintah tengah mengolah sumber-sumber insentif bioetanol 2 persen (E2) sebelum benar-benar akan diterapkan.
Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Andrian Feby Misna pernah mengatakan pemberian insentif lewat subsidi akan memberatkan APBN. Apalagi, saat ini beban subsidi di Indonesia juga cukup berat.
Adapun harga bioetanol yang dinilai masih tinggi menjadi kendala dalam penerapan E2 tersebut. Pemerintah sendiri berupaya keras mencari sejumlah cara atas pemberian insentif pada E2, sehingga harga di masyarakat bisa semakin murah.
Pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) untuk kepentingan domestik ditargetkan mencapai 17,4 juta kiloliter (KL) pada 2024. Pemanfaatan biofuel tersebut rencananya tidak hanya berasal dari biodiesel saja, tetapi juga bioetanol.
Sementara itu, realisasi pemanfaatan biofuel pada 2019 dengan masih diterapkan mandatori biodiesel 20 persen (B20) adalah sebanyak 6,3 juta KL.
Pada 2020, target pemanfaatan domestik adalah sebanyak 10 juta KL dan akan terus dinaikkan menjadi 10,2 juta KL pada 2021, 14,2 juta KL di 2022, 14,6 juta KL pada 2023, dan 17,4 juta KL di 2024.
Sebagai catatan, tren pengurangan emisi karbon membuat sejumlah negara memutar otak untuk mencari sumber energi yang lebih bersih, seperti dengan pemanfaatan etanol sebagai bahan bakar kendaraan.
Negara-negara seperti Australia, Amerika Serikat, dan Filipina telah mengembangkan etanol dalam jumlah besar sebagai alternatif bahan bakar fosil.
Pemanfaatan etanol dalam energi baru dan terbarukan menjadi satu alternatif untuk pengurangan gas emisi karbon dari sektor transportasi.