Bisnis.com, DUBAI – Kementerian Perindustrian mengungkapkan perusahaan gula terbesar di Dubai, yaitu Al Khaleej Sugar Co, melirik sejumlah peluang dari pengembangan industri gula nasional.
Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika mengungkapkan, produsen gula terbesar di Uni Emirat Arab tertarik untuk mengembangkan sejumlah produk turunan dari gula, terutama biomassa dan etanol.
“Biomassa akan dijadikan sebagai bahan bakar alternatif atau pasokan energi untuk pembangkit listrik [Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa atau PLTBm], sedangkan etanol akan digunakan untuk bahan bakar kendaraan,” jelasnya di sela-sela World Expo 2020 Dubai, Rabu (3/11/2021) malam.
Putu Ardika menjelaskan, Al Khaleej Sugar Co saat ini tengah memastikan kebutuhan Indonesia terhadap kedua produk turunan dari gula tersebut.
Dia menjelaskan 30 persen dalam proses produksi gula menghasilkan produk yang bernama biomassa, sedangkan 4 persen dalam industri gula menghasilkan etanol yang memiliki level industrial grade alcohol, yang dapat diolah menjadi monosodium glutamate (MSG) atau penyedap rasa, campuran bahan bakar hingga pakan ternak.
“Nah, saat ini yang menjadi fokus utama adalah soal kepastian pasokan atau kebutuhan Indonesia atas etanol dan biomassa tersebut,” katanya.
Baca Juga
Putu Ardika mengatakan, dalam tawarannya, Al Khaleej dapat memberikan harga sekitar 9 cent hingga 10 cent per kilowatt hours (kWh). “Ini sudah disampaikan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.”
Sebagai informasi, Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pembelian Tenaga Listrik Energi Terbarukan oleh PT PLN (Persero) hingga kini masih belum selesai di tengah upaya menggenjot pemanfaatan energi bersih tersebut.
Setelah sempat ditargetkan terbit pada 2020, progres penerbitan regulasi itu masih jalan di tempat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sendiri berharap, aturan tersebut bisa keluar pada Januari atau Februari 2021.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya menyebutkan bahwa Perpres tersebut masih dalam proses pembahasan kajian bersama Kementerian Keuangan.
“[Pembahasan] Terkait dampak penerapan harga Perpres terhadap APBN sesuai dengan list project RUPTL PLN 2021–2030 yang sudah diterbitkan,” katanya kepada Bisnis, Rabu (3/11/2021).
Kementerian berharap, kajian bersama itu dapat segera diselesaikan, sehingga rancangan Perpres tersebut segera disahkan. Saat ditanya target penyelesaian, dia hanya meminta publik menunggu peraturan itu selesai.
Menurutnya, keberadaan Perpres tersebut akan memberikan dorongan besar dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) ke depan. Secara target, pemerintah telah mematok penambahan kapasitas terpasang EBT mencapai 20,9 gigawatt (GW) pada 2030.
Secara umum, regulasi itu akan mengatur mekanisme pengadaan dan ketentuan harga listrik dari energi terbarukan. Selain itu, dukungan kementerian dan lembaga dalam pengembangan EBT juga dibahas dalam beleid tersebut.