Bisnis.com, JAKARTA - Para pemimpin negara-negara G20 telah menyetujui kesepakatan global terkait dengan pajak profit dari perusahaan-perusahaan raksasa, setidaknya 15 persen.
Kesepakatan itu mengikuti perhatian mengenai kekhawatiran perusahaan multinasional bakal mengarahkan keuntungan mereka melalui yurisdiksi pajak yang rendah.
Dilansir bbc.com, pada Minggu (31/10/2021), kesepakatan ini disetujui seluruh pemimpin negara yang mengikuti pertemuan G20 di Roma, Italia.
Selain itu, isu perubahan iklim dan Covid-19 juga menjadi agenda yang dibahas dalam pertemuan G20. Konferensi ini menjadi yang pertama di mana para petinggi negara anggota G20 bertemu secara langsung sejak masa pandemi.
Sebagai informasi, kelompok G20 terdiri dari 19 negara dan Uni Eropa. Dalam pertemuan kali ini, Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin memilih untuk hadir melalui video secara daring.
Adapun, kesepakatan mengenai pajak ini diajukan oleh pemerintah Amerika Serikat dan diharapkan untuk diresmikan pada hari ini serta mulai diterapkan pada 2023.
Baca Juga
Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, menyatakan bahwa kesepakatan bersejarah ini merupakan momentum yang sangat penting bagi perekonomian global.
Dia menuliskan dalam Twitter bahwa perusahaan AS dan para tenaga kerja akan mendapatkan manfaat dari kesepakatan ini, walaupun banyak perusahaan raksasa AS bakal membayar pajak lebih besar.
KTT G20 diselenggarakan sebelum KTT COP26, yang sangat dinanti-nantikan untuk membahas perubahan iklim. Pertemuan Cop26 akan diselenggarakan di Glasgow yang dimulai pada hari Senin.
Apa yang terjadi di KTT G20 dapat menentukan arah pertemuan COP26, dengan perpecahan tajam yang tersisa di antara negara-negara pada komitmen mereka untuk mengatasi perubahan iklim.
Perdana Menteri Italia, Mario Draghi, membuka KTT G20 dua hari dengan pesan penyatuan, mengatakan kepada para pemimpin dunia bahwa "melakukannya sendiri bukanlah pilihan. Kita harus melakukan semua yang kita bisa untuk mengatasi perbedaan kita".
Ada peringatan yang semakin mengerikan dari para ahli untuk masa depan jika tidak mengambil langkah cepat untuk mengurangi emisi karbon.
Berbicara kepada BBC, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, menggambarkan perubahan iklim sebagai "ancaman terbesar bagi kemanusiaan", dengan mengatakan itu menimbulkan "risiko bagi peradaban yang pada dasarnya akan mundur".