Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Modul Surya Naik 30 Persen, Proyek PLTS Bisa Terganggu

Harga modul surya di tingkat dunia mengalami kenaikan harga hingga 30 persen. Kondisi tersebut dinilai terjadi akibat krisis energi yang terjadi di sejumlah negara.
Ilustrasi petugas membersihkan PLTS atap./Istimewa
Ilustrasi petugas membersihkan PLTS atap./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Harga modul surya di tingkat dunia mengalami kenaikan harga hingga 30 persen. Kondisi tersebut dinilai terjadi akibat krisis energi yang terjadi di sejumlah negara.

Managing Director PT Xurya Daya Indonesia Eka Himawan mengatakan bahwa gejolak harga itu telah terjadi sejak dua bulan terakhir. Kondisi tersebut disebabkan oleh kenaikan harga komoditas dunia.

“Ada gejolak di market. Harga modul surya di seluruh dunia sedang mengalami kenaikan, dari tadinya 25 sen per kWp [kilowatt peak] menjadi 35 sen per kWp,” katanya kepada Bisnis akhir pekan lalu.

Eka menyebut, kondisi tersebut berpotensi menyebabkan sejumlah proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) tertunda.

Meski begitu, diperkirakan kenaikan harga modul surya tidak akan permanen. Seiring krisis energi pulih, harga komponen tersebut juga diprediksi akan berangsur turun.

Menurutnya, proyek konstruksi modul surya yang tengah dilakukan Xurya Daya belum berpengaruh terhadap harga. Pasalnya, pengadaan komponen sudah dilakukan sebelum harga melambung di pasaran.

“Sekarang masih on track. Konstruksi memakan waktu 3–6 bulan. Jadi kebanyakan konstruksi sudah mulai 3 bulan lalu. Kebetulan harga masih normal,” terangnya.

Selain itu, dia menyebut bahwa kenaikan tersebut menjadi tantangan besar bagi pengembangan PLTS. Terlebih, pemerintah telah menargetkan bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.

Bukan tidak mungkin, kenaikan harga modul surya akan berdampak pada target bauran energi tersebut. Dia pun memperkirakan, gejolak harga itu akan menyebabkan sejumlah proyek tertunda.

“Kenaikan ini akan berpengaruh pada tahun depan,” tuturnya.

Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat capaian bauran energi baru terbarukan stagnan pada kisaran 11 persen. Angka itu masih jauh dari target bauran EBT 23 persen pada 2025.

Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa secara persentase, bauran energi terbarukan tahun ini turun 0,2 persen dibandingkan dengan 2020.

“Realisasi hampir 11 persen, turun 0,2–0,3 persen, karena pencatatan menggunakan posisi Agustus dan juga ada kenaikan dari sisi yang pembangkit listrik berbasis fosil,” katanya.

Kementerian ESDM mencatat penambahan kapasitas pembangkit EBT telah mencapai 376,04 megawatt (MW) hingga kuartal III/2021. Adapun, target bauran energi bersih hingga akhir tahun ini mencapai 875,78 MW. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper