Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan bahwa UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada 7 Oktober 2021 merupakan bentuk konsistensi pemerintah dalam berpihak dan melindungi masyarakat berpenghasilan rendah, termasuk pelaku UMKM.
“Ini [RUU HPP] melengkapi keberpihakan pemerintah secara keseluruhan terhadap UMKM yang tercermin baik dari desain Program Pemulihan Ekonomi Nasional [PEN] selama pandemi Covid-19, maupun dari desain APBN sejak prapandemi,” katanya dalam siaran pers, Sabtu (17/10/2021).
Febrio menjelaskan, perubahan peraturan atas UU Pajak Penghasilan berupaya untuk meningkatkan keadilan dan keberpihakan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah termasuk pengusaha UMKM orang pribadi maupun UMKM badan.
Pemerintah memutuskan untuk memperlebar lapisan penghasilan orang pribadi (bracket) yang dikenai tarif PPh terendah 5 persen dari penghasilan kena pajak sampai dengan Rp50 juta, menjadi Rp60 juta.
Sementara, besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak berubah, yaitu sebesar Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun untuk orang pribadi lajang, tambahan sebesar Rp4,5 juta diberikan untuk WP yang kawin dan masih ditambah Rp4,5 juta untuk setiap tanggungan, maksimal 3 orang.
“Ini artinya masyarakat dengan penghasilan sampai dengan Rp4,5 juta per bulan tetap terlindungi dan tidak membayar PPh sama sekali,” jelasnya.
Baca Juga
Di samping itu, kata Febrio, bagi WP Orang Pribadi UMKM yang selama ini membayar PPh dengan tarif final 0,5 persen sesuai PP No. 23/2018, diberikan insentif berupa batasan penghasilan tidak kena pajak atas peredaran bruto hingga Rp500 juta setahun.
Sedangkan bagi WP Badan UMKM tetap diberikan fasilitas penurunan tarif PPh Badan sebesar 50 persen sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31E UU PPh.
Lebih lanjut, pemerintah memberikan fasilitas pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat banyak, seperti jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial dan beberapa jenis jasa lainnya, karena mempertimbangkan aspirasi masyarakat.
Pemerintah pun, imbuhnya, tetap memberikan kemudahan dalam pemungutan PPN, yaitu dengan penerapan tarif PPN final misalnya 1 persen, 2 persen, atau 3 persen dari peredaran usaha untuk jenis barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu yang akan diatur lebih lanjut dengan PMK.
Kemudian, pengusaha kecil atau UMKM yang sudah dikukuhkan sebagai PKP tidak perlu melakukan mekanisme Pajak Keluaran-Pajak Masukan (PK-PM), tetapi cukup menerapkan tarif final dalam pemungutan PPN yang tarifnya lebih rendah dibandingkan tarif dalam pedoman pengkreditan pajak masukan berdasarkan PMK 74/PMK.03/2010.
“Dengan memperhatikan dukungan APBN dan muatan pengaturan dalam UU HPP untuk UMKM, sangat jelas bahwa Pemerintah hadir untuk rakyatnya, khususnya yang berada dalam lapisan paling membutuhkan”, kata Febrio.