Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengusulkan pemerintah merevisi aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 32/2011 tentang Standar dan Tata Cara Perawatan Prasarana Perkeretaapian.
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menilai penjelasan dalam regulasi tersebut terlalu rumit dan detail secara teknis. Padahal, segala sesuatu yang diatur dalam Peraturan Menteri (PM) bersifat mandatory atau wajib untuk dijalankan.
"Untuk itu kami sangat mengimbau untuk PM itu tidak usah terlalu detail teknisnya. Untuk teknis bisa dijelaskan dalam SK Dirjen atau petunjuk pelaksanaan. Kalau mau detail lagi bisa di prosedur PT KAI atau di lapangan bukan di dalam PM," katanya dalam webinar Ditjen Perkeretaapian (DJKA), Kamis (14/10/2021).
Dia menyarankan penjelasan yang tertuang dalam Permenhub tersebut sebaiknya diberikan secara umum. Pasalnya, banyak penjelasan yang rumit dan sulit dimengerti seperti pada pasal 10, disebutkan bahwa material yang digunakan dalam prasarana perkeretaapian ada tiga macam; beton, jembatan baja, dan jembatan komposit.
"Maksudnya jembatan komposit ini apa? Saya juga tidak tahu. Yang saya tahu dalam bahasa inggris ini adalah suatu susunan material yang ditumpuk seperti kue. Tapi apa yang dimaksud komposit disini saya juga tidak tahu. Saya cari di kamus kereta api juga tidak ketemu. Ini harus jelas," sebutnya.
Kemudian masih di pasal 10, Soerjanto menyoroti penjelasan mengenai konstruksi jembatan yang perlu dimonitor, yakni pada bagian atas, bawah, dan pelindung. Sementara itu, dia tidak menemukan monitoring terkait aspek lingkungan atau hydrolika dalam aturan tersebut.
Baca Juga
Padahal, menurut dia, evaluasi aspek lingkungan terutama hydrolika menjadi kajian yang sangat penting dalam menentukan resiko keselamatan pada konstruksi jembatan tua.
"Kemudian [dalam Permenhub] itu ada jenis pemeriksaan umum dilakukan secara berkala sesuai dengan siklus pemeriksaan yang ditetapkan. Nah kami bingung disini bagaimana caranya, kami belum menemukan dan siapa yang menetapkan disini," tambahnya.
Bukan itu saja, dia juga memberi catatan mengenai tingkat kerusakan-kerusakan yang dipaparkan dalam Permenhub No. 32/2011 tersebut. Dalam PM itu dijelaskan ada enam kriteria kerusakan yakni AA sangat berbahaya, A1 kritis, A2 sedikit rusak, B hampir kritis, C beresiko, dan S aman.
Soerjanto menilai sebaiknya penjelasan tersebut dibuat lebih sederhana karena belum tentu ada yang bisa mengkategorikan kerusakannya sedetail itu. Nantinya, hal itu akan menjadi bahan diskusi berkepanjangan di lapangan karena sulit untuk dilaksanakan secara praktikal.
"Saran saya kerusakannya dibagi tiga saja dengan warna seperti hijau, kuning, merah. Menurut saya peraturan 2011 tersebut perlu kita lakukan revisi agar dasar dari semua perawatan ini yang kita pakai memang benar dan efektif untuk dilaksanakan di lapangan," tutupnya.