Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekor! Kesenjangan Pembiayaan Perdagangan Global Capai Rp24,3 Kuadriliun

Kesenjangan pembiayaan perdagangan global tumbuh hingga US$1,7 triliun di 2020, rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Ilustrasi kapal kontainer/ Bloomberg
Ilustrasi kapal kontainer/ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Asian Development Bank (ADB) mencatat kesenjangan pembiayaan perdagangan global tumbuh hingga US$1,7 triliun atau Rp24,3 kuadriliun di 2020, rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Angka itu tumbuh 15 persen dari dua tahun sebelumnya, ketika pandemi Covid-19 membuat ketidakpastian ekonomi dan keuangan semakin tinggi, serta merusak perdagangan global.

Hal ini berdasarkan Survei Kesenjangan Pembiayaan Perdagangan, Pertumbuhan, dan Pekerjaan, terbaru dari ADB dan dirilis, Selasa (12/10/2021).

Survei tersebut menunjukkan bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan sektor yang peling terdampak seiring dengan pembiayaan perdagangan mengering akibat pandemi Covid-19, terhitung dari sebesar 40 persen permintaan pembiayaan perdagangan yang ditolak.

UMKM milik perempuan tercatat lebih sulit untuk mendapatkan pembiayaan. Sebesar 70 persen dari permintaan pembiayaan dari pemilik UMKM perempuan ditolak, baik secara keseluruhan dan parsial.

Adapun, kesenjangan yang dicatat oleh ADB merepresentasikan perbedaan antara permintaan dan persetujuan pembiayaan yang ditujukan untuk mendukung kegiatan eskpor-impor. ADB mencatat kesenjangan tersebut senilai US$1,5 triliun pada 2018.

"Perdagangan sangat penting bagi ekonomi global untuk pulih dari pandemi, namun shortfall [kekurangan] pembiayaan menyebabkan kesulitan dalam menciptakan pekerjaan dan [mendorong] pertumbuhan," jelas ADB Trade and Supply Chain Finance Head Steven Beck, seperti yang dikutip Bisnis dalam siaran resmi, Selasa (12/10/2021).

"Tantangan dari bisnis perdagangan bisa semakin terjal dari yang dilaporkan oleh survei, sebagaimana banyak dari mereka yang terhalang oleh ketidakpastian ekonomi, dari meminta pembiayaan. Harga-harga yang lebih tinggi untuk makanan dan energi akan memperburuk kesenjangan, memakan batas keuangan negara dan rekanan untuk mendukung perdagangan," lanjut Beck.

Survei dari ADB ini merupakan barometer utama dari kesehatan pembiayaan perdagangan. Survei ini merupakan survei ketujuh yan g termasuk dari 79 bank dan 469 frima, meliputi seluruh kawasan dunia.

Neraca yang lebih lemah dan ketidakpastian dari makroekonomi selama pandemi Covid-19 memperbesar kesenjangan. Sementara itu, sejumlah regulasi yang dirancang untuk membatasi pencucian uang dan penipuan, terus secara tidak sengaja menjadi penghalang untuk melayani kebutuhan pembiayaan perdagangan.

Perbankan mengambil langkah ekstra untuk mendukung UMKM, dengan tercatat 27 persen dari mereka menawarkan restrukturisasiatau moratorium utang (debt moratorium). Lalu, sebanyak 23 persen dari perbankan meningkatkan level ketersediaan modal.

"Lebih dari 40 persen perusahaan memperkirakan penerimaan mereka untuk kembali ke level masa prapandemi pada 2022," demikian dikutip dari laporan.

Selain itu, survei menemukan bahwa upaya menutup kesejangan bagi UMKM milik perempuan bisa dibantu dengan menarik, mempertahankan, dan mempromosikan lebih banyak perempuan di dunia keuangan. Digitalisasi perdagangan juga akan membantu lewat sejumlah efisiensi baru, namun lebih banyak dukungan dari sektor publik dan standar global dibutuhkan untuk merealisasikan potensi ini.

"Untuk menutup kesenjangan ini, kita perlu untuk membawa perdagangan ke dunia digital sepenuhnya, lewat koordinasi yang lebih hebat dengan sektor swasta, dan juga perjanjian global atas standar umum, praktik, dan legislasi," tutur Beck.

Untuk itu, Program Pembiayaan Perdagangan dan Rantai Pasok atau The Trade and Supply Chain Finance Program (TSCFP), yang didukung oleh rating kredit AAA milik ADB, menyedikan pinjaman dan penjaminan kepada lebih dari 200 bank mitra untuk mendukung perdagangan.

Tidak hanya itu, program tersebut turut mendukung penciptaan kesempatan ekspor dna impor bagi sektor usaha di seluruh Asia-Pasifik. Adapun, Jumlah transaksi TSCFP meningkat 50 persen tahun 2020 untuk mengisi kesenjangan pasar yang semakin besar yang ditinggalkan oleh sektor swasta yang menyusut.

Di 2021, TSCFP akan mendukung lebih dari 7.000 transaksi yang dihargai lebih dari US$6 miliar dalam pasar, di mana sektor swasta memiliki masalah terbesar dalam beroperasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper