Bisnis.com, JAKARTA - Asian Development Bank (ADB) memangkas proyeksi pertumbuhan di Asia pada tahun ini menjadi 7,1 persen dari sebelumnya 7,3 persen. Hal ini dipicu tidak meratanya pemulihan ekonomi di sebagian negara Asia akibat masih terjebak pandemi dan aturan restriksi.
Dilansir Bloomberg pada Selasa (22/9/2021), PDB kawasan di Asia akan tumbuh hingga 7,1 persen pada tahun ini, menurun dari perkiraan pada April sebesar 7,3 persen dan perubahan akibat kontraksi sebesar 0,1 persen dari tahun lalu, seperti dilaporkan dalam Asian Development Outlook Update yang dirilis pada Rabu.
ADB juga melihat pertumbuhan moderat sebesar 5,4 persen di Asia pada 2022.
“Asia akan tetap rentan terhadap pandemi Covid-19. Varian baru menyebarkan wabah, membuat pemberlakuan restriksi lagi pada mobilitas di beberapa negara," kata Joseph Zveglich, Kepala Ekonom ADB.
Pemulihan ekonomi di Asia terjadi tidak merata, di mana ekspor Asia timur tertolong dengan adanya peningkatan permintaan, berdasarkan ADB Manila.
Sementara itu, proyeksi pertumbuhan di China sebagai ekonomi terbesar di Asia tetap 8,1 persen pada 2021 dan menjadi 5,5 persen pada 2022. Namun, proyeksi pertumbuhan di Hong Kong, Korea Selatan, dan Taiwan meningkat.
Baca Juga
Proyeksi pertumbuhan di Asia Tenggara menurun menjadi 3,1 persen dari 4,4 persen lantaran ada penurunan di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Kawasan Asia Tenggara memang menjadi yang paling parah dilanda varian delta pada awal tahun ini. Hal ini diikuti dengan penutupan beberapa pabrik di kawasan tersebut sehingga menyendat rantai pasok dunia.
Namun, setelah beberapa negara berhasil menurunkan kasus Covid-19, perekonomian mulai bergerak kembali.
“Langkah-langkah kebijakan seharusnya tidak hanya fokus pada pembatasan dan vaksinasi, tetapi juga pada dukungan berkelanjutan untuk perusahaan dan rumah tangga dan reorientasi sektor,” kata Zveglich.
Sementara itu, perkiraan di India juga dipangkas dari 11 persen menjadi 10 persen pada tahun ini.
“Progres vaksinasi yang tidak merata membuat jalur pertumbuhan terpecah," kata ADB.
ADB menemukan bahwa negara-negara yang dapat menyelenggarakan vaksinasi lebih cepat dan menekan penyebaran virus dapat menghindari aturan pembatasan aktivitas yang ketat sehingga dapat memanfaatkan permintaan global.
Dalam rilis ADB juga diungkapkan bahwa inflasi akan tetap jinak, tetapi akan meningkat di beberapa negara. Inflasi regional diperkirakan sebesar 2,2 persen tahun ini sebelum meningkat menjadi 2,7 persen pada 2022.
Kebangkitan wabah tetap menjadi risiko utama. Namun, pembuat kebijakan juga harus memperhatikan risiko lain, termasuk perubahan iklim, geopolitik, dan kondisi keuangan yang semakin ketat.