Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah memproyeksikan pendapatan perpajakan 2022 akan bertambah sekitar Rp139 triliun seiring berlakunya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers mengenai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada Kamis (7/10/2021) malam. Kemarin, draf aturan tersebut ditetapkan menjadi UU oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa berlakunya UU HPP sebagai bagian dari reformasi pajak dapat meningkatkan penerimaan perpajakan. Potensi itu mulai terlihat pada 2022 karena sejumlah poin aturan UU HPP mulai berlaku pada tahun depan.
Misalnya, pada 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022 akan terdapat program pengungkapan sukarela (PPS) bagi wajib pajak yang belum menyampaikan aset miliknya dalam laporan SPT 2020. Lalu, ketentuan terkait pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak karbon akan berlaku mulai 1 April 2022.
Tanpa berlakunya UU baru tersebut, Sri Mulyani memperkirakan penerimaan perpajakan 2022 sebesar Rp1.510 triliun dengan rasio kepatuhan perpajakan (tax ratio) 8,44 persen. Namun, dengan berlakunya UU HPP, penerimaan dan rasio pajak akan meningkat.
"Pada 2022 minimal Rp130 triliun akan ada additional pendapatan, dan itu berarti menaikkan tax ratio kita ke 9,22 persen dari PDB dan seterusnya," ujar Sri Mulyani pada Kamis (7/10/2021) malam.
Dia memperkirakan bahwa pada 2022, dengan berlakunya UU HPP, penerimaan perpajakan akan mencapai Rp1.649 triliun. Lalu, pada 2023, diperkirakan penerimaan mencapai Rp1.811,1 triliun dengan rasio 9,29 persen.
Sri Mulyani menilai bahwa tren itu dapat terus berlanjut hingga 2025, dengan proyeksi penerimaan Rp2.329,1 triliun dan rasio pajak 10,12 persen. Tanpa adanya reformasi perpajakan, dia memperkirakan bahwa tax ratio akan mandek di kisaran 8,4 persen–8,6 persen.
"Dengan adanya UU HPP ini kita berharap basis perpajakan Indonesia akan menjadi lebih kuat dan luas, tetapi tetap adil dan berpihak terhadap kelompok yang tidak mampu," ujarnya.
Sri Mulyani pun menilai bahwa reformasi perpajakan, di antaranya dengan pemberlakuan UU HPP relatif tidak membawa dampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Dampak terhadap inflasi pun diperkirakan terbatas kurang dari 0,5 persen.