Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan pengenaan pajak karbon akan dilakukan bertahap.
Pajak karbon tersebut kata dia akan dijalankan melalui kajian dari berbagai perspektif, seperti aspek ekonomi, sosial, maupun politik. Pembahasan serta kajian pengenaan pajak ini juga akan melibatkan berbagai kalangan termasuk sektor swasta.
"Pengenaan pajak karbon tidak serta merta akan dilakukan, namun akan dilakukan secara bertahap melalui kajian dari berbagai aspek, baik ekonomi, sosial, maupun politis,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis (7/10/2021).
Pemerintah tidak melupakan aspirasi jangka panjang, contohnya dalam menangani masalah pemanasan global akibat perubahan iklim. Hal ini akan berdampak pada keharusan semua negara untuk melakukan transisi energi.
Menurutnya, konsumsi energi ke depan perlu memperhatikan emisi karbon. Pemerintah juga mempertimbangkan pemberian insentif bagi penggunaan energi bersih seperti energi terbarukan.
Pada saat yang sama, pemerintah membuat kebijakan disinsentif hingga moratorium penggunaan energi fosil, khususnya pada pembangkit beremisi karbon relatif lebih tinggi.
Selain itu, dia menerangkan bahwa pembangunan ke depan diarahkan untuk mempertahankan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, target penurunan emisi dan kapasitas daya dukung sumber daya alam.
Pemerintah akan membuat kebijakan yang mengakomodasi nilai ekonomi karbon yang implementasinya akan dilakukan secara bertahap.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Hendra Sinadia meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana pengenaan pajak karbon.
Pasalnya, perusahaan tambang juga tengah berusaha untuk menekan emisi karbon yang dihasilkan dari pembangkit. Salah satunya rencana penggunaan teknololgi carbon capture, utilization and storage (CCUS) hingga hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME).
Sebab itu, perusahaan tambang memerlukan insentif dari pemerintah baik fiskal maupun non fiskal. Di samping itu, rencana pengenaan pajak karbon disebut malah akan membebani perusahaan.
“Ini yang akan jadi faktor disinsentif nanti bagi pelaku usaha dalam melakukan upaya transisi energi maupun invest di EBT. Semua sangat tergantung pemerintah,” terangnya.
Sebelumnya, pemerintah berencana menerapkan pajak karbon pada 2022. Rencananya, tarif pajak ditetapkan minimal Rp75 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).