Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom memperkirakan target penerimaan pajak pemerintah pada 2022 akan sulit dicapai, salah satu faktornya dikarenakan adanya risiko global yang meningkat.
Adapun, pemerintah dalam postur sementara APBN 2022 menetapkan target pendapatan negara sebesar Rp1.846,1 triliun.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyampaikan bahwa salah satu risiko global yang membayangi adalah kebijakan penarikan stimulus moneter atau tapering oleh the Fed, Bank Sentral Amerika Serikat.
Dia menjelaskan, dampak dari kebijakan tersebut akan menimbulkan capital outflow dari pasar keuangan domestik sehingga berpengaruh pada nilai tukar rupiah.
Kondisi ini kemudian akan mempengaruhi penerimaan, khususnya pajak penghasilan (PPh) migas.
“Salah satu perhitungannya berdasarkan nilai tukar, ketika nilai tukar rupiah melemah, yang didapat dari sisi rupiah semakin rendah,” katanya, Minggu (26/9/2021).
Baca Juga
Di samping itu, terdapat beberapa risiko lainnya yang membayangi penerimaan negara pada tahun depan, yaitu terkait dengan kontribusi laba BUMN.
Pemerintah menargetkan kontribusi laba BUMN terhadap pendapatan negara sekitar Rp30 triliun pada 2022. DI sisi lain, pemerintah juga menargetkan belanja infrastruktur yang besar.
“Ketika modal dikuatkan, itu akan menggerus keuntungan yang akan diperoleh BUMN, risikonya laba yang disumbangkan semakin kecil, otomatis pendapatan negara yang ditargetkan di 2022 semakin menurun,” jelasnya.
Lebih lanjut, Tauhid mengatakan, pada 2022 diperkirakan tidak akan ada setoran surplus dari Bank Indonesia (BI) dalam pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dikarenakan skema burden sharing.