Bisnis.com, JAKARTA — Dua perusahaan baja dan nikel asal China Shenzhen Chengxin Lithium Group Co Ltd China dan Tsingshan Holding Group berkongsi membangun pabrik lithium di Sulawesi Tengah, Indonesia. Pabrik senilai US$350 juta atau hampir Rp5 triliun ini akan mengincar pasar kendaraan listrik (EV).
Chengxin menyatakan para mitra akan membangun pabrik untuk membuat bahan kimia lithium di Morowali Industrial Park di pulau Sulawesi. Di Morowali ada beberapa proyek investasi China termasuk pabrik nikel dan kobalt, yang juga merupakan bahan baku dalam membuat baterai EV.
Pabrik akan menghasilkan 50.000 ton per tahun lithium hidroksida dan 10.000 ton per tahun lithium karbonat. Namun belum ada keterangan resmi kapan produksi lithium akan dimulai.
Smenetara itu Harga hidroksida di China naik 162,7 persen secara year-to-date, sedangkan untuk karbonat naik 192,6 persen, menurut Benchmark Mineral Intelligence.
Chengxin mengatakan akan menguasai 65 persen saham dari perusahaan patungan bernama PT ChengTok Lithium Indonesia, Sisanya, 35 persen dikuasai oleh perusahaan yang didaftarkan di Singapura, Stellar Investment Pte.
Seorang pejabat hubungan investor Chengxin pada hari Jumat mengatakan Stellar adalah afiliasi dari Tsingshan. Tsingshan tidak menanggapi permintaan konfirmasi.
Adapun Indonesia adalah penambang nikel terbesar di dunia. Sejak 2020, Indonesia melarang ekspor bijih nikel dengan harapn pembangunan smelter di dalam negeri ditargetkan bisa menyerap lebih banyak sumber daya.
Pada pekan lalu, LG Energy Solution Korea Selatan dan Hyundai Motor Group memulai pembangunan pabrik senilai US$1,1 miliar untuk membuat baterai kendaraan listrik di Jawa Barat, Indonesia.
Chengxin belum mengatakan dari mana pabrik lithium akan mendapatkan bahan bakunya. Namun analis Daiwa Capital Markets Dennis Ip mengatakan kemungkinan bahan baku berasal dari Australia, yang menambang mineral spodumene yang kaya lithium.