Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian BUMN menyambut rencana Komisi VI DPR untuk melakukan revisi UU mengenai BUMN atau UU No.19/2003. Penekanan terutama terkait peningkatan wewenang Kementerian BUMN dalam mengelola BUMN.
Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan inisiasi Komisi VI DPR mengenai revisi UU BUMN sangat tepat karena melalui perbaikan aturan hukum tersebut dalam menjadi bagian dari memperbaiki kinerja BUMN secara bersama-sama.
"Jelas bahwa yang dibicarakan di dalamnya mengenai PMN, utang, dan kepemilikan itu tidak lain justru di UU BUMN ini harus diperbaiki. Contohnya kenapa menutup [BUMN] saja lama sekali, restrukturisasi saja butuh 9 bulan," jelasnya dalam Rapat Kerja di Komisi VI DPR, Rabu (22/9/2021).
Menurutnya, di era digitalisasi saat ini membuat dinamika dunia usaha luar biasa cepat, sehingga ketika terjadi perubahan membutuhkan respon yang cepat pula dari BUMN.
Digitalisasi ini membuka pasar secara terbuka, di sinilah Erick mengharapkan peran Kementerian BUMN dapat lebih ditingkatkan terkait kepercayaan pengelolaan BUMN.
"Bicara privatisasi ada komitenya, tentu tidak kami ambil perannya tetap di sana, penyuntikan PMN pun tidak kami ambil perannya. Dalam konteks kami bisa menutup ataupun merestrukturisasi yang saya rasa di rencana UU BUMN perlu mendapatkan penekanan dan kekuasaan lebih," jelasnya.
Baca Juga
Erick meminta kekuasaan lebih untuk dapat menutup atau restrukturisasi BUMN tidak semata-mata menambah kekuasaan, tetapi dapat menjadi tekanan yang baik bagi direksi di BUMN.
Secara historis, terangnya, ada pemikiran-pemikiran mengenai BUMN itu ketika terjadi masalah pasti ditolong negara. Dengan demikian, kerja yang dilakukan para direksi tidak optimal.
"Kalau sekarang kami punya kekuasaan untuk menutup tentu dengan paparan terbuka, ini menjadi kekuatan sendiri sehingga diubah mentalitasnya mereka menjadi punya pertanggungjawaban tidak hanya saat menjabat. Ini saya rasa konteks yang sangat perlu dilakukan," paparnya.
Harapannya, wacana revisi UU BUMN ini dapat meningkatkan kekuasaan Kementeria BUMN terutama terkait penutupan dan restrukturisasi BUMN.
Selain itu, melalui revisi UU BUMN, Erick menginginkan agar Kementerian BUMN dapat memetakan lebih baik penyertaan modal negara (PMN) yang dibutuhkan atau dividen yang harus dilaksanakang sesuai kinerja masing-masing BUMN.
"Tidak karena polesan-polesan buku, yang menerbitkan utang untuk bonus dan tantiem. Di tahun pertama kami menemukan itu, dan ini sesuatu yang sangat tidak etikal, ini semestinya dihukum. ini harus dijaga, sudah seyogyanya kita punya pemetaan yang besar, apakah pmn bisa diselesaikan dalam jangka menengah atau panjang," urainya.
Pengelolaan buku, neraca keuangan, sehingga diharapkan PMN dapat dilakukan secara berkala dengan sistem multiyears begitu pula dividen secara berkala diberikan.
"Kita harapkan PMN lewat UU BUMN bisa menjadi peta yang besar, PMN mesti ada konteks yang jelas, misal penugasan dari K/L tersebut, karena penugasan harus dilakukan, kalau secara korporasi tidak kuat balance sheetnya harus jelas pendanaannya. Itulah kondisi ketika PMN diperlukan," katanya.
Sementara, ketika penugasan ini menguntungkan paling tidak nol, tidak merugikan bagi BUMN tentu tetap dapat dijalankan BUMN tanpa PMN.
"UU BUMN menjadi kunci penting, turunannya PMN dan kinerja perusahaan, direstrukturisasi, dimerger atau diperkuat menjadi juara," katanya.
Erick Thohir pun tidak habis pikir kinerja BUMN yang sudah mendunia terus menurun, saat ini hanya ada 4 BUMN yang memiliki skala global. Padahal, Indonesia menjadi salah satu pasar terbesar di dunia dan memiliki peningkatan produk domestik bruto (PDB) yang meningkat.
"Pasarnya besar, sumber dayanya besar, jadi tentu ada pola-pola administrasi yang perlu diperbaiki salah satunya melalui UU BUMN," terangnya.