Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Merger BUMN Pelabuhan, ABUPI: Momentum Pelindo Tak Jago Kandang

Merger BUMN pelabuhan dinilai bisa menjadi momentum bagi Pelindo untuk bisa menjadi pemain global dan bukan jago kandang.
Ilustrasi pelabuhan./Pelindo III
Ilustrasi pelabuhan./Pelindo III

Bisnis.com, JAKARTA - PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I – IV diharapkan bisa mengepakkan sayapnya dalam pengelolaan pelabuhan di luar negeri pasca terintegrasi menjadi satu.

Ketua Umum Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI) Aulia Febrial Fatwa mengharapkan agar empat BUMN tersebut setelah merger tidak hanya jago kandang tapi juga harus mampu unjuk diri menjadi pemain global dalam mengelola pelabuhan internasional. Saat ini, kata dia, dominasi Pelindo di Indonesia sudah teruji yang tentunya juga didukung oleh swasta untuk memperkuat pelabuhan.

Secara kapasitas dan kapabilitas, Pelindo telah mengelola ratusan pelabuhan di Indonesia. Apabila membandingkan dengan swasta yang saat Ini hanya mengelola sebanyak 14 pelabuhan serta 10 pelabuhan berbentuk kerja sama. Sisanya sebanyak enam Badan Usaha Pelabuhan swasta masih mengurus perizinan.

“Ibaratnya ini kan empat gajah besar bergabung menjadi satu. Tiba saatnya bagi Pelindo untuk mengepakkan sayapnya dan mengibarkan merah putih di negeri seberang. Kalau hanya berkutat di domestik ya buat apa nggak ada gunanya,” ujarnya, Senin (20/9/2021).

Dia pun berpendapat pasca merger menjadi waktu yang tepat bagi Pelindo tak hanya melibatkan asing dalam pengelolaan pelabuhan di Indonesia tetapi juga ikut mengelola pelabuhan di luar negeri. Seperti diketahui saat ini Pelindo II atau IPC bersama Hu­­t­­chison Port Holding Group bersama-sama telah mengelola Jakarta International Car Terminal atau JICT.

“Kenapa sekarang nggak kebalikan. Pelindo bergabung dengan siapa di luar negeri kan jadi keren. Jangan bermain jago kandang di Indonesia. Di Indonesia mereka sudah kuat dibantu swasta untuk memperkuat pelabuhan,” imbuhnya.

Secara umum, ABUPI tak merasa khawatir dengan rencana merger Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pelabuhan yang bakal dimulai pada Oktober ini. Pelaku swasta justru menilai rencana merger ini sebagai hal yang positif. Selain itu, merger diantara Pelindo I – IV juga memiliki kekuatan dan kelemahan masing - masing. Sehingga dengan adanya merger, Aulia berpendapat badan usaha pelabuhan pelat merah bisa memperbesar kekuatannya sekaligus menekan atau mengurangi kelemahannya.

Aulia menegaskan dengan adanya merger, juga mendorong kompetisi yang lebih baik seusai dengan aturan UU. Kompetisi merupakan hal yang lumrah dan sudah terjadi setelah dibukanya kesempatan seluas-luasnya bagi swasta maupun pemerintah untuk bisa mengelola investasi kepelabuhanan.

“Jadi sekali lagi, kami melihatnya ini bukan suatu ancaman atau yang harus negatif. Ini sesuatu lecutan bagi swasta untuk bisa meningkatkan dirinya agar tidak ketinggalan kereta,” ujarnya.

Adapun, pemerintah telah mengumumkan rancangan penggabungan empat BUMN Pelabuhan dengan target menjadi operator terminal peti kemas terbesar ke-8 di dunia.

Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan dengan target tersebut total throughput peti kemas hasil merger bisa mencapai sebesar 16,7 juta TEUs. Tiko, biasa ia dipanggil menjelaskan total aset penggabungan nantinya akan mencapai Rp112 trilun dengan total pendapatan Rp28,6 triliun. Dengan jumlah aset dan pendapatan tersebut menjadikan perusahaan merger ini berskala global.

“Terintegrasinya Pelindo memiliki banyak manfaat bagi perusahaan maupun bagi ekonomi nasional. Salah satunya ialah dengan membuka kesempatan perusahaan untuk go global. Integrasi ini akan meningkatkan posisi Pelindo menjadi operator terminal peti kemas terbesar kedelapan di dunia dengan total throughput peti kemas sebesar 16,7 juta TEUs,” katanya.

Dari sisi ekonomi, layanan pelabuhan yang terintegrasi setelah merger juga ditargetkan bisa mengurangi biaya logistik hingga 1,6 persen pada 2025. Pengurangan biaya logistik tersebut diantaranya 1,3 persen berasal langsung dari lini pelabuhan dan 0,3 persennya secara tak langsung dari lini pelabuhan.

Seperti yang telah dikemukakan selama ini, permasalahan biaya logistik dari hasil survei pada 2018 mencapai pada level 23 persen dengan kontribusi 2,8 persen diantaranya berasal dari pelabuhan dan shipping. Meski bukan merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap tingginya biaya logistik seperti transportasi dan inventori tetapi jika pelabuhan tidak optimal tetap berimbas kepada sektor tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper