Bisnis.com, JAKARTA - Potensi gagal bayar atau default Evergrande Group telah memengaruhi investor di sektor properti pada perdagangan Senin (20/9/2021).
Pemerintahan Presiden Xi Jinping didesak mencegah terjadinya penularan dari ketidakstabilan perekonomian terbesar kedua di dunia.
Dilansir Bloomberg, raksasa real estat Hong Kong, Henderson Land Development Co., mencatatkan selloff terbesar dalam setahun terakhir setelah ada spekulasi perpanjangan pembatasan sektor properti China terhadap institusi keuangan.
Indeks Properti Hang Seng jatuh 6,7 persen, penurunan terbesar sejak Mei 2020. Henderson Land anjlok 13 persen dan Sun Hung Kai Properties Ltd. merosot 10 persen, terbesar sejak 2012 .
Indeks Hang Seng mencatatkan pelemahan terbesar sejak Juli, yakni hingga 3,3 persen. Aksi jual juga merambat ke nilai tukar dolar Hong Kong, yuan offshore, dan bursa berjangka di S&P 500 Index.
Saham Ping An Insurance merosot 5,8 persen ke level terendah selama 4 tahun terakhir. Perusahaan mengeluarkan pernyataan pada hari Jumat yang mengatakan bahwa dana asuransinya tidak memiliki eksposur ke Evergrande dan perusahaan real estat lainnya.
Baca Juga
Real estat menyumbang sekitar 4,9 persen dari investasi Ping An Insurance, lebih tinggi dibandingkan rata-rata 3,2 persen dari sektor tersebut, menurut Bloomberg Intelligence.
Adapun pada pasar kredit, rata-rata harga notes dolar China turun 2 sen pada Senin, menjadi yang terburuk pada tahun ini. Hal itu menjatuhkan harga di pasar yang lebih luas di antara obligasi sampah di Asia sekitar 1 sen - 2 sen.
Ketidakpastian tentang upaya Xi untuk mencapai kemakmuran bersama dan mengendalikan perusahaan yang terlilit utang membuat investor lebih memilih untuk melakukan aksi jual terlebih dahulu dan memantau kemudian.
Jatuh temponya dua obligasi Evergrande pada pekan ini dan jadwal membayar pinjaman bank semakin membuat investor terbayang-bayang dengan kemungkinan restrukturisasi utang terbesar di China.
“Tindakan harga di beberapa kelas aset di Asia saat ini mengerikan akibat meningkatnya kekhawatiran pada Evergrande dan beberapa masalah lainnya, tetapi itu bisa menjadi reaksi berlebihan karena semua penutupan pasar,” ujar Brian Quartarolo, manajer portofolio di Pilgrim Partners Asia.
Pembuat kebijakan China mungkin masih dapat menghindari krisis keuangan, tetapi apa yang terjadi pada Evergrande dapat menimbulkan kerusakan permanen pada pasar kredit dan kondisi perekonomian, ungkap analis Societe Generale SA dalam sebuah catatan.
"Dampak dari keruntuhan prospektif Evergrande kemungkinan akan berkontribusi pada perlambatan ekonomi China, yang pada gilirannya memicu pertumbuhan dan inflasi global serta memengaruhi harga komoditas,” tulis analis Kepala Strategi Pasar Berkembang Phoenix Kalen Societe Generale di London.