Bisnis.com, JAKARTA - Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menilai terdapat sejumlah hal yang menyebabkan tidak berjalannya pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) secara efektif.
Ahmad mengatakan KEK seharusnya memberikan nilai tambah agar para investor tertarik untuk mengembangkan KEK. Namun, dia melihat permasalahan yang santer terjadi pada proyek KEK di Indonesia adalah kurangnya persiapan secara menyeluruh di sisi kesiapan infrasruktur.
Hal itu, tambahnya, yang membuat para investor tidak tertarik untuk berinvestasi pada pembangunan KEK.
Menurut Ahmad, infrastruktur dasar, akses tranportasi, dan konektivitas logistik harus terlebih dahulu disiapkan agar investor bisa dengan mudah jika ingin beroperasi dan melakukan kegiatan produksi. Namun, dia menyebut pada kenyataannya persiapan infrastruktur masih banyak yang belum lengkap.
"Ini kan suatu kawasan yang seharusnya isinya lengkap. Baik berupa infrastruktur dasar, akses transportasi, konektivitas logistik agar investor, jika ingin produksi, mudah mendatangkan bahan baku dan menjual produknya ke pasar. Konektivitas dari KEK tersebut contohnya ke pelabuhan, bandara, market, memang harusnya dibangun selain pemerintah memberi insentif fiskal," jelas Ahmad pada diskusi melalui Instagram live @indef_official, Senin malam (14/9/2021).
Selain persiapan infrastruktur dan konektivitas, Ahmad bahkan menyebut tidak sedikit KEK yang justru masih terkendala masalah lahan. Menurutnya masih banyak pihak pengusul KEK, baik dari pemerintah daerah (pemda) atau badan usaha, yang belum memastikan ketersediaan lahan.
Baca Juga
Padahal, kendala-kendala tersebut terjadi setelah proyek-proyek KEK mendapatkan berbagai macam insentif, khususnya fiskal.
Dilansir dari situs resmi Dewan Nasional KEK Republik Indonesia (kek.go.id), terdapat berbagai insentif yang diberikan untuk pembangunan KEK baik berbentuk kemudahan perizinan, insentif perpajakan, kepabeanan dan cukai, lalu lintas barang, keimigrasian, ketenagakerjaan, dan pertanahan.
"Insentifnya banyak banget. Segala macam dikasih ibaratnya. Pertanyaannya, apakah insentif itu yang dibutuhkan oleh investor. Kenyataannya, banyak KEK yang dicabut atau diperingatkan. Padahal sudah dikasih insentif. Berarti ada yang salah," jelas Ahmad.
Dikutip dari Antara (22/7/2021), hasil evaluasi Kementerian PPN/Bappenas terhadap sembilan KEK berbasis industri menunjukkan bahwa mereka menghadapi isu kemampuan pembiayaan dan kurangnya ketersediaan infrastruktur.
Salah satu KEK yaitu KEK Tanjung Api-Api yang berlokasi di Sumatera Selatan, bahkan dinilai memiliki kinerja paling buruk dan dipertimbangkan untuk dilakukan pencabutan status.
Kini, pemerintah telah menetapkan 19 KEK yang terdiri dari 11 KEK industri dan 8 KEK pariwisata. Dari 19 KEK, 12 di antaranya telah beroperasi dan 7 sedang dalam tahap pembangunan.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin (13/9/2021), mengungkapkan hasil evaluasi Dewan Nasional KEK menyatakan bahwa realisasi investasi dalam pembangunan KEK telah mencapai Rp19,52 triliun.
Sementara hingga Juli 2021, sudah ada 166 pelaku usaha/investor yang menanamkan modalnya di KEK dan telah menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak 26.741 orang, serta menciptakan ekspor sebesar Rp3,66 triliun pada 2021.