Bisnis.com, JAKARTA – Kajian Institute for Essential Service Reform (IESR) mengungkapkan program surya nasional dengan target 18 gigawatt lewat pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) akan menarik minat investor hingga US$14,4 miliar.
Potensi ini dinilai akan mendukung tujuan pemerintah memenuhi target 23 persen bauran energi baru terbarukan pada 2025.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan bahwa Indonesia mempunyai peluang ekonomi dan lingkungan yang menjanjikan bagi investor global.
Potensi tersebut dapat dilihat seiring dengan transisi energi dari batu bara, gas dan bahan bakar fosil menuju energi masa depan atau energi terbarukan.
“Energi surya akan menjadi andalan dalam strategi pengembangan energi terbarukan untuk mendorong pencapaian net zero emission di 2060 atau lebih cepat. Mengingat potensinya yang besar dan harga-nya semakin kompetitif,” katanya dalam webinar scaling up solar in Indonesia, Kamis (9/9/2021).
Pemerintah telah menguraikan strategi untuk mencapai 23 persen energi terbarukan pada 2025, sebuah langkah ambisius dari 13 persen penetrasi energi terbarukan pada bauran energi primer Indonesia 2019.
Baca Juga
Kajian Scaling Up Solar menemukan bahwa sektor listrik dapat memenuhi target tersebut dengan hanya memasang 18 GW PLTS sistem fotovoltaik (PV) pada 2025.
Peningkatan pesat pembangunan PLTS dinilai dipengaruhi oleh waktu pasang PLTS yang singkat dan penurunan biaya pemasangannya. Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa biaya listrik PLTS saat ini berkisar antara US$65-137 per MWh.
Akan tetapi diperkirakan turun menjadi US$27-48 per MWh pada 2030. Predikasi ini didorong oleh biaya peralatan dan pengembangan yang lebih rendah, diikuti pula dengan ketentuan pembiayaan yang lebih menarik.
“Akselerasi transformasi energi menjadi komitmen pemerintah untuk mendukung green economy, green technology, dan green product, sejalan dengan pelaksanaan Paris Agreement,” terangnya.