Bisnis.com, JAKARTA – Institute for Essential Services Reform menilai mekanisme pengadaan proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) skala besar perlu dibenahi untuk membuat harga listrik yang dihasilkan makin kompetitif.
Studi terbaru Institute for Essential Services Reform (IESR) berjudul 'Hitting Record-Low Solar Electricity Prices in Indonesia' menemukan penyebab kurang efektifnya sistem lelang PLTS skala besar di Indonesia.
Salah satunya adalah belum adanya perencanaan di sistem ketenagalistrikan untuk memanfaatkan energi surya skala besar dalam orde gigawatt. Hal ini mempengaruhi volume dan jumlah proyek PLTS yang hendak dilelangkan.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan pemerintah Indonesia perlu belajar pada keberhasilan sejumlah negara yang menerapkan tata cara pelelangan untuk PLTS skala besar, seperti India, Brasil, dan Uni Emirat Arab (UEA). Ketiga negara ini mampu mencatatkan beberapa harga pemecah rekor yang ditawarkan oleh penawar lelang.
Persamaan dari ketiga negara tersebut adalah adanya target yang terintegrasi dalam perencanaan sistem ketenagalistrikan dan pelelangan yang dilakukan secara terjadwal.
"Kesamaan Brasil, India, dan UEA, mereka berhasil bangun PLTS pada orde gigawatt dalam waktu tidak terlalu lama. India dalam 10 tahun sudah capai 40 GW dan ditargetkan capai 100 GW tahun depan. India ketika mulai harga listrik PLTS di atas US$20 sen/kWh, hari ini proyek skala besar PLTS di India sudah US$2,7 sen. UEA di 2016 nyaris 0 PLTS-nya, akhir 2020 sudah capai 2,3 GW. UEA saat kembangkan PLTS dimulai dari US$4,4 sen, hari ini sudah capai US$1,75 sen," ujar Fabby dalam sebuah webinar, Kamis (19/8/2021).
Baca Juga
Selama ini, lelang tenaga surya di Indonesia masih untuk kapasitas yang berukuran kecil, tersebar, jarang, dan biasanya dilakukan dalam lelang putus/individual sehingga memberikan sinyal buruk bagi investor atau lembaga keuangan untuk menyediakan modal yang dibutuhkan untuk proyek tersebut.
Tidak hanya itu, kebijakan dan regulasi pendukung di Indonesia terhadap pembangunan PLTS skala besar, terutama dalam proses pelelangan, masih kurang menarik atau bahkan menghambat pengembangan instalasi surya.
Penulis laporan 'Hitting Record-Low Solar Electricity Prices in Indonesia' Daniel Kurniawan menambahkan hal yang paling penting untuk mendorong perkembangan PLTS skala besar adalah perencanaan sistem ketenagalistrikan yang memprioritaskan PLTS dalam rencana penambahan kapasitas pembangkit.
Perencanaan ini harus disertai dengan agregasi permintaan (kapasitas yang akan ditawarkan) untuk kemudian dilelangkan secara terjadwal dan terencana dalam jangka menengah dan tidak sporadis.
"Skala keekonomian proyek juga menjadi kunci dalam penurunan harga penawaran suatu lelang PLTS independent power producer [IPP]," kata Daniel.
Adanya standar lelang yang transparan dan diikuti dengan jadwal pelelangan yang konsisten terbukti membantu menarik jumlah penawaran. Ketiga negara tersebut juga menyediakan akses informasi proses pelelangan untuk umum.
Komitmen kuat ketiga negara tersebut dalam mendukung pengembangan PLTS ditunjukkan dengan mendirikan lembaga baru atau meningkatkan kapasitas lembaga yang sudah ada yang bertugas melakukan seluruh proses pengadaan.
Pemerintah ketiga negara juga berperan penting dalam pengurangan risiko proyek dan biaya transaksi untuk mendorong penawaran menjadi semakin kompetitif.
IESR merekomendasikan Indonesia perlu mereplikasi keberhasilan ketiga negara tersebut. Pertama, menetapkan target yang ambisius dan jelas seperti program surya nasional yang terintegrasi dengan perencanaan sistem ketenagalistrikan untuk dilakukan pengadaan melalui pelelangan terencana.
Program surya nasional yang terintegrasi dan dapat dieksekusi menunjukkan komitmen pemerintah untuk pengadaan PLTS skala besar, mengirimkan sinyal positif kepada pemain internasional jangka panjang dalam energi surya, dan menciptakan pasar PLTS yang kompetitif di Indonesia.
Program tersebut tidak harus terbatas hanya untuk PLTS skala besar atau PLTS IPP, tetapi dapat juga diperluas ke segmen lain seperti PLTS terdistribusi (PLTS atap).
Rekomendasi kedua, yakni mendukung pengembangan proyek PLTS untuk mengurangi risiko proyek dan meningkatkan peluang kredit usaha dari bank.
Ketiga, menetapkan standar lelang dan PPA (power purchase agreement) yang memenuhi persyaratan bank (bankable), serta mengubah klausul terkait biaya interkoneksi dalam Peraturan Menteri ESDM 50/2017 untuk mempercepat penandatanganan PPA.
Keempat, menciptakan pasar lelang PLTS terpisah untuk proyek dengan ketentuan memasukkan kearifan lokal. Kelima, melakukan sentralisasi proses pelelangan dan mengalihkan kewenangan lelang kepada suatu juru lelang independen.