Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Kamar Dagang dan Industri atau Kadin DKI Jakarta Diana Dewi membeberkan penetapan upah minimum provinsi atau UMP 2022 tidak lagi berdasar pada komponen kebutuhan hidup layak (KHL).
“Hal ini yang disinyalir oleh teman-teman pekerja menjadikan pemberian upah murah, di samping telah dihapuskannya upah minimum sektoral,” kata Diana melalui keterangan tertulis, Kamis (9/8/2021).
Selain itu, kata Diana, penetapan UMP tahun depan yang berdasar pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak lagi memberi ruang perundingan secara bipartit.
“Tidak lagi dibuka kesempatan untuk dapat melakukan perundingan secara bipartit untuk dapat melakukan penyesuaian upah, namun saat ini berpedoman pada struktur dan skala upah,” kata dia.
Kendati demikian, dia mengimbau pihak pengusaha untuk dapat adil terkait penetapan UMP tahun depan tersebut. Apalagi, kata dia, saat ini kondisi perekonomian nasional sudah mulai tumbuh kembali.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menilai negatif penetapan upah minimum provinsi atau UMP tahun 2022 yang berdasar pada perhitungan makro perekonomian tahun berjalan. Pasalnya, serikat pekerja tidak memiliki ruang untuk menegosiasikan kebutuhan riil mereka.
Baca Juga
“Dari proses demokratasisasi ini menurun. Kita tidak ada lagi ruang bernegosiasi, tidak ada lagi ruang untuk memastikan bagaimana kondisi riil di lapangan, ini kan berdasar data-data saja dari Badan Pusat Statistik [BPS],” kata Timboel melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Rabu (8/9/2021).
Berdasar pada pasal 26 ayat 3 PP Nomor 36 Tahun 2021 disebutkan perhitungan batas atas UMP diperoleh dari rata-rata konsumsi per kapita dikali dengan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga lalu dibagi rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja setiap rumah tangga.
Sementara itu, batas bawah UMP diperoleh dari perhitungan 50 persen dari batas atas UMP. Belakangan nilai UMP yang berlaku disesuaikan pada rentang nilai tertentu di antara batas atas dan batas bawah UMP pada wilayah terkait.
“Kalau batas atas itu lebih rendah dari pada UMP tahun berjalan maka dia tidak naik upah. UMP-nya tidak naik pakai UMP tahun berjalan. Gubernur tidak boleh menyimpang dari itu,” kata dia.
Di sisi lain, ketentuan ihwal standar Hidup Layak atau KHL dihapus dari perhitungan UMP tahun depan. Seluruh, komponen penghitungan menggunakan indikator makro pertumbuhan ekonomi dan konsumsi masyarakat.
“Kalau kita lihat KHL ini harusnya dilihat realitasnya di lapangan. Makanya harus survei ke pasar tidak berdasar pada data-data di BPS. Misalnya, inflasi itu kan menghitung barang yang sangat rendah sampai mewah. Menurut saya ini bias,” tuturnya.