Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah menyesalkan minimnya perusahaan yang menerapkan Struktur dan Skala Upah kepada karyawan mereka yang sudah bekerja lebih dari satu tahun. Malahan, kata Ida, mayoritas perusahaan masih menggunakan upah minimum sebagai standar upah.
“Itu masalahnya, jadi tidak menghargai, tidak ada merit system. Ini sebenarnya problem, meski filosofinya sudah benar, kita dorong agar orang bekerja dihargai sesuai dedikasi, loyalitas, kompetensi, dan skills, “ kata Ida melalui keterangan resmi, Kamis (9/8/2021).
Dengan demikian, Ida mengatakan kementeriannya akan terus mensosialisasikan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja kepada kalangan pengusaha. Harapannya, pengusaha dan pekerja memperoleh titik temu terkait implementasi UU Cipta Kerja itu.
Baca Juga
“Sosialiasi ini dilakukan per sektor. Misalnya, sektor otomotif, pariwisata, yang memiliki karakteristik dan tidak bisa disamakan dengan sektor-sektor lain,” kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menilai negatif penetapan upah minimum provinsi atau UMP 2022 yang berdasar pada perhitungan makro perekonomian tahun berjalan. Pasalnya, serikat pekerja tidak memiliki ruang untuk menegosiasikan kebutuhan riil mereka.
Adapun, penghitungan UMP melalui kondisi makro perekonomian tersebut berasal dari amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja.
“Dari proses demokratasisasi ini menurun. Kita tidak ada lagi ruang bernegosiasi, tidak ada lagi ruang untuk memastikan bagaimana kondisi riil di lapangan, ini kan berdasar data-data saja dari Badan Pusat Statistik [BPS],” kata Timboel melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Rabu (8/9/2021).
Berdasar pada pasal 26 ayat 3 PP Nomor 36 Tahun 2021 disebutkan perhitungan batas atas UMP diperoleh dari rata-rata konsumsi per kapita dikali dengan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga lalu dibagi rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja setiap rumah tangga.
Sementara itu, batas bawah UMP diperoleh dari perhitungan 50 persen dari batas atas UMP. Belakangan nilai UMP yang berlaku disesuaikan pada rentang nilai tertentu di antara batas atas dan batas bawah UMP pada wilayah terkait.
“Kalau batas atas itu lebih rendah dari pada UMP tahun berjalan maka dia tidak naik upah. UMP-nya tidak naik pakai UMP tahun berjalan. Gubernur tidak boleh menyimpang dari itu,” kata dia.
Di sisi lain, ketentuan ihwal standar Hidup Layak atau KHL dihapus dari perhitungan UMP tahun depan. Seluruh, komponen penghitungan menggunakan indikator makro pertumbuhan ekonomi dan konsumsi masyarakat.
“Kalau kita lihat KHL ini harusnya dilihat realitasnya di lapangan. Makanya harus survei ke pasar tidak berdasar pada data-data di BPS. Misalnya, inflasi itu kan menghitung barang yang sangat rendah sampai mewah. Menurut saya ini bias,” tuturnya.