Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Trade Remedies, Pengusaha Sarankan Pemerintah Fokus Benahi Industri Dalam Negeri

Pelaku usaha meminta pemerintah lebih melindungi industri dalam negeri dari praktik curang negara lain dan menciptakan daya saing dengan menggunakan instrumen trade remedies, khususnya antidumping yang disertai dengan pembenahan industri di dalam negeri.
Koordinator Wakil Ketua Umum III Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani ./JIBI-Dwi Prasetya
Koordinator Wakil Ketua Umum III Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani ./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha meminta pemerintah lebih melindungi industri dalam negeri dari praktik curang negara lain dan menciptakan daya saing dengan menggunakan instrumen trade remedies, khususnya antidumping yang disertai dengan pembenahan industri di dalam negeri.

Koordinator Wakil Ketua Umum III Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani mengemukakan, penggunaan trade remedies Indonesia cenderung menunjukkan anomali.

Hal itu terlihat dari lebih banyaknya penerapan tindak pengamanan (safeguard) dari pada antidumping atau antisubsidi sebagaimana diterapkan oleh negara-negara lain dengan frekuensi perdagangan tinggi.

“Indonesia menggunakan instrumen safeguard lebih sering dibandingkan dengan negara-negara BRICS atau AS dan Uni Eropa. Ini perbedaan yang signifikan, karena safeguard adalah instrumen perlindungan terhadap impor dalam kondisi adanya emergency terhadap balance of payment,” kata Shinta, Minggu (5/9/2021).

Shinta mengatakan, safeguard atau tindak pengamanan menjadi instrumen yang tidak bisa dipertahankan terlalu lama dan harus diakhiri setelah kurun tertentu.

Dia juga berpandangan, trade remedies secara umum tidak ideal karena hanya bisa diterapkan ketika ada kerugian atau ancaman bagi industri terkait.

Trade remedies, kata Shinta, tidak selalu menciptakan efek peralihan substitusi impor ke produk lokal atau berkontribusi meningkatkan daya saing. Kinerja penjualan industri substitusi impor lokal secara riil juga tidak otomatis terkerek.

“Justru lebih sering yang terjadi ketika instrumen trade remedies diterapkan, industri hilir atau pengguna produk impor kehilangan daya saing di pasar ekspor karena harga produk yang jadi sasaran kebijakan menjadi lebih mahal,” lanjutnya.

Karena itu, Shinta mengatakan, pemerintah sebaiknya fokus pada pembenahan daya saing industri dalam negeri. Daya saing pasokan lokal untuk bahan baku perlu diteliti kembali untuk menjawab penyebab lebih banyak impor bahan baku lebih tinggi.

“[Penyelesaian] kelemahan-kelemahan tersebut harus menjadi prioritas sebelum kita gencar menggunakan instrumen trade remedies agar daya saing ekonomi Indonesia secara keseluruhan terus naik dan tidak ada backlash untuk industri yang sudah berdaya saing,” kata dia.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang sebelumnya mengemukakan, peningkatan penggunaan instrumen trade remedies perlu dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah dampak buruk bagi industri hilir atau hulu.

Sebagai contoh, jika produk di industri hulu dikenai bea masuk tambahan, pemerintah harus memastikan industri pengguna bahan baku di dalam negeri tidak menghadapi gangguan produksi dengan peralihan dari bahan baku impor ke substitusi lokal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper