Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kejar Pertumbuhan Ekonomi 2022, Kebijakan Manufaktur, Pertanian & Perdagangan Perlu Dibenahi

Pandemi Covid-19 masih menjadi tantangan utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal.
Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dinilai perlu fokus membenahi kebijakan di tiga sektor utama pendorong perekonomian, yakni manufaktur, pertanian, dan perdagangan untuk bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi yang optimistis pada 2021 dan 2022.

Pemerintah, Bank Indonesia, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menetapkan asumsi dasar ekonomi makro dan target pembangunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022. Pertumbuhan ekonomi pada tahun depan ditargetkan di kisaran 5,2 persen–5,5 persen.

Asumsi pertumbuhan ekonomi 2022 yang ditetapkan itu tercatat lebih besar dari target yang dibacakan Presiden Joko Widodo dalam pidato nota keuangan pada 16 Agustus 2021. Saat itu, Jokowi menyebut asumsi makro pada 2022 ada di kisaran 5 persen–5,5 persen.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai bahwa pandemi Covid-19 masih menjadi tantangan utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal. Penanganan pandemi Covid-19 pun menjadi kunci agar aktivitas perekonomian bisa berjalan dengan baik.

Yusuf menilai bahwa pemerintah dapat tetap mengejar target pertumbuhan ekonomi pada tahun depan dengan fokus menyusun kebijakan yang tepat terhadap sektor-sektor yang berkontribusi besar bagi roda perekonomian. Ketiga sektor itu adalah manufaktur, pertanian, dan perdagangan.

"Kebijakan yang berkaitan dengan ketiga sektor ini perlu dikawal untuk bisa menopang pertumbuhan ekonomi.Itu perlu dilakukan bersamaan dengan penanganan pandemi, khususnya testing, tracing, dan treatment," ujar Yusuf kepada Bisnis, Rabu (1/9/2021) malam.

Dia menjabarkan bahwa sektor manufaktur masih cukup bergantung kepada impor bahan baku. Hal itu tidak menjadi masalah saat bahan baku dibeli dengan dolar, produk yang dihasilkan memiliki nilai tambah tinggi, lalu dijual ke luar negeri dengan dolar pula.

Masalah kerap kali muncul ketika bahan baku impor digunakan untuk produksi bagi kebutuhan dalam negeri. Yusuf menilai bahwa dalam kondisi ini, nilai tambah terkadang tidak begitu tinggi dan margin penjualan dengan rupiah tidak setinggi saat produk diekspor.

"Bagaimana mendorong industri lebih banyak terlibat dalam rantai pasokan global, saat ini keterlibatannya relatif kecil. Apabila ingin meningkatkan kapasitas industri manufaktur untuk ikut terlibat, saya kira beberapa masalah fundamental seperti tadi masalah impor dan investasi perlu dibenahi terlebih dahulu," ujarnya.

Core Indonesia menilai bahwa salah satu masalah utama di sektor pertanian adalah perbedaan data acuan dalam pengambilan kebijakan oleh pemerintah. Yusuf mencontohkan lumrah terjadinya perbedaan antara Kementerian Pertanian (Kementan), Badan Pusat Statistik (BPS), dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Misalnya, menurut Yusuf, Kemendag mengklaim bahwa kemampuan produksi suatu produk pertanian di dalam negeri tidak mencukupi. Namun, saat impor dilakukan, Kementan justru mengatakan bahwa produk pertanian tersebut memiliki kapasitas produksi yang cukup untuk kebuhtuhan domestik.

Lalu, kebijakan lain yang perlu dibenahi adalah pemberian insentif yang layak bagi petani di dalam negeri. Menurutnya, banyak komoditas yang bisa diolah dan dikembangkan dengan dukungan insentif, seperti kakao. Saat ini pengolahan kakao kerap mengandalkan impor untuk pemenuhan bahan baku di dalam negeri.

"Apabila ingin didorong kan seharusnya ada pemberian insentif dan perbaikan tata kelola niaga pangan, kemudian mengawasi alur distribusi yang penting untuk sektor pertanian itu sendiri," ujar Yusuf.

Adapun, dia menilai bahwa kebijakan sektor perdagangan harus mengikuti perkembangan pandemi Covid-19. Sektor itu baru dapat tumbuh dengan optimal jika penyebaran virus Corona dapat ditekan sehingga aktivitas masyarakat relatif lebih leluasa.

"Saat aktivitas mulai dilonggarkan seharusnya sektor perdagangan itu akan juga ikut tumbuh, ini biasanya selaras dengan upaya pemerintah dalam penanganan pandemi. Ketika kasus naik biasanya [sektor perdagangan] kembali terganggu," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper