Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembukaan Kembali Jalur Impor Batubara dari Mongolia Belum Pulihkan Pasar

Lalu lintas masih lambat karena adanya tes Covid-19 di kalangan para supir pengangkut. Sementara kantor bea cukai dan pemerintah kota setempat tidak memberikan respons terhadap hal ini.
Seorang pekerja berjalan di atas tumpukan batu bara di Indonesia./Bloomberg-Dadang Tri
Seorang pekerja berjalan di atas tumpukan batu bara di Indonesia./Bloomberg-Dadang Tri

Bisnis.com, JAKARTA - China kembali membuka perbatasannya untuk impor batu bara dari Mongolia, meski pengiriman dari jalur laut masih terbatas dan belum cukup untuk mengatasi krisis pasokan terutama guna memenuhi kebutuhan emas hitam ini bagi pembuat baja.

Dilansir oleh Bloomberg (1/9/2021), perbatasan Gashuunsukhait-Ganqimaodu dibuka kembali pada Selasa lalu. Berdasarkan laporan Fengkuang Coal Logistics, pembukaan kembali dilakukan setelah pemberhentian selama lebih dari sepekan untuk mengatasi penyebaran wabah Covid-19 di Mongolia.

Laporan tersebut juga menunjukkan lalu lintas masih lambat karena adanya tes Covid-19 di kalangan para supir pengangkut. Sementara kantor bea cukai dan pemerintah kota setempat tidak memberikan respons terhadap hal ini.

Batu bara kokas berjangka di Dalian meningkat ke level tertinggi melebihi 50 persen pada tahun ini. Sementara itu, pasokan domestik dibatasi dengan aturan lingkungan dan keamanan.

Hal tersebut diperburuk dengan larangan China terhadap batu bara Australia dan adanya penangguhan impor darat dari Mongolia, sebut Morgan Stanley dalam sebuah catatan.

Harga batu bara kokas berjangka turun 0,4 persen menjadi 2.451 yuan (US$379) per ton pada Rabu setelah penurunan harian kelima sejak rekor tercapai.

Adapun batubara termal berjangka di Zhengzhou menurun pertama kalinya dalam pekan ini, tetapi masih mendekati rekor tertinggi.

Pejabat lingkungan terus menargetkan kegiatan batu bara China dan tengah melakukan pemeriksaan di sejumlah provinsi termasuk Shanxi, Hubei dan Shandong, kata Fengkuang.

Pabrik kokas di Shandong mencatatkan penurunan produksi dari 30 persen menjadi 50 persen pada bulan ini.

Pada saat yang sama, adanya pengawasan dari sisi lingkungan dapat mengurangi permintaan mineral karena China menghentikan proyek industri baru di kawasan yang gagal memenuhi target penghematan energi dan emisi.

Hal ini sebagai bagian dari upaya Presiden Xi Jinping untuk mencapai netral karbon pada 2060. Meningkatnya tekanan pada iklim telah membebani produksi logam termasuk baja dan aluminium.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper