Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan perkembangan konstruksi Jalan Trans Papua (JTP) mengalami deviasi negatif.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian mengatakan bahwa ada 19 paket konstruksi dalam pembangunan JTP. Seluruh paket tersebut terbagi menjadi 13 paket di Provinsi Papua dan enam paket di Provinsi Papua Barat.
“Hingga 16 Agustus 2021, progres fisik mengalami deviasi sebesar -6,09 persen, [dengan rincian progres] rencana fisik rata-rata sebesar 56,25 persen, dan realisasi fisik rata-rata sebesar 50,16 persen,” katanya kepada Bisnis, Kamis (2/9/2021).
Hedy melanjutkan, progres pencairan dana proyek tersebut juga mengalami deviasi negatif sebesar 5,67 persen. Sejauh ini, rencana keuangan rata-rata telah mencapai 51,8 persen, sedangkan realisasi keuangan rata-rata masih di level 41,4 persen.
Total anggaran yang diserap oleh proyek JTP mencapai Rp12 triliun. Dengan kata lain, anggaran yang telah tersalurkan hingga Agustus 2012 adalah sekitar Rp4,96 triliun.
Seperti diketahui, Kementerian PUPR menganggarkan Rp9,94 triliun untuk membangun infrastruktur di Papua dan Papua Barat. Adapun, sekitar 71,93 persen atau Rp7,15 triliun dialokasikan untuk pembangunan jalan dan jembatan.
Secara rinci, Provinsi Papua mendapatkan anggaran senilai Rp4,49 triliun untuk jalan dan jembatan, sedangkan Provinsi Papua Barat mendapatkan alokasi senilai Rp2,66 triliun.
Hedy menilai, setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan deviasi negatif pada proyek JTP. Pertama, gangguan keamanan pada paket pekerjaan.
Hedy mencatat, panjang kawasan hutan pada segmen Kenyam–Dekai sepanjang 10,61 kilometer belum akan berubah hingga akhir 2021. Alhasil, panjang jalan aspal dan Jatap segmen tersebut tidak akan berubah, yakni masing-masing sepanjang 26,1 kilometer dan 181,19 kilometer.
Hedy menyatakan, bertahannya status quo ruas Kenyam–Dekai disebabkan oleh pembakaran di Jalan Seradala–Dekai Kabupaten Yahukimo. Hedy melaporkan, kelompok separatis membakar basecamp konstruksi dan beberapa peralatan proyek
“[Hal tersebut] mengakibatkan penghentian pekerjaan sementara dan evakuasi seluruh pekerja,” ucapnya.
Kedua, banyak terjadi pemalangan di lokasi pekerjaan atau quarry karena permasalahan hak ulayat. Hedy berujar, hal tersebut membuat progres konstruksi JTP tertahan.
Ketiga, pandemi Covid-19 dan penanganannya. Pasalnya, pemerintah memberlakukan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang juga membatasi peredaran logistik.
Selain pembatasan, menurutnya, beberapa titik konstruksi JTP juga dihentikan sementara lantaran banyak pekerja konstruksi yang terpapar Covid-19.
“Kendala dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi [tersebut] mengakibatkan terjadinya deviasi perkembangan [konstruksi] fisik dan [penyerapan] keuangan.”