Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Usul BBM Kena Cukai, Chatib Basri: Jangan Korbankan Bansos dan Kesehatan

Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah sampai dengan akhir Juni 2021 sebesar Rp6.554,56 triliun. Angka tersebut 41,35 persen dari rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto. 
Sejumlah warga antre untuk mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) pascagempa di salah satu SPBU Kota Mamuju, Sulawesi Barat, Jumat (15/1/2020). /ANTARA
Sejumlah warga antre untuk mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) pascagempa di salah satu SPBU Kota Mamuju, Sulawesi Barat, Jumat (15/1/2020). /ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah disebut membutuhkan anggaran yang besar untuk menyelesaikan permasalah ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19. Di sisi lain, saat ini pemerintah juga menanggung utang yang juga besar.

Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah sampai dengan akhir Juni 2021 sebesar Rp6.554,56 triliun. Angka tersebut 41,35 persen dari rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto. 

Ekonom sekaligus mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan kondisi tersebut memang menjadi isu persoalan yang rumit menyangkut masalah jangka panjang, menengah, dan panjang.

"Makanya revenue harus dinaikan, kita coba yang go green misalnya carbon tax, jangan sentuh konsumsinya dulu," kata Chatib dalam sharing virtual satu jam bersama Chatib Basri Sabtu (21/8/2021).

Untuk itu, dia mengusulakan pemerintah untuk mempertimbangkan pemberlakukan cukai bahan bakar minyak atau BBM sebagai salah satu cara untuk pemulihan ekonomi. Upaya tersebut juga dapat mendorong pemulihan hijau atau green recovery sebagai paket reformasi lingkungan.

"Saya tahu ini politically sensisitif, tapi saya ingin katakan, bansos, bantuan UMKM, membutuhkan anggaran besar. Mengapa kita tidak memberlakukan exice (cukai) untuk BBM? BBM itu yang menikmati adalah kelompok atas bukan bawah," jelasnya.

Chatib mencontohkan bila besaran cukai BBM ditetapkan senilai Rp1.000 per liter. Untuk 60 juta kiloliter, negara bisa memperoleh sekitar Rp60 triliun. Dana itu dapat digunakan untuk penanganan krisis.

Dengan demikian, upaya pengenaan cukai akan berdampak baik untuk mengatasi persoalan pembayaran di tengah krisis dan memiliki imbas positif bagi makro ekonomi. Chatib mengimbuhkan, saat ini berbagai negara sudah melakukan berbagai gerakan untuk mendorong pemulihan hijau tersebut.

"Jadi fokus yang memang diperlukam, anggaran lain saya tidak bilang di-cancel tapi bisa ditunggu. Perlu dipertajam prioritasnya, yang bisa ditunda ya ditunda dulu. Jangan korbankan bansos, dan dari segi kesehatan seperti tes PCR bisa lebih murah. Jadi butuh alokasi yang besar," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper