Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli menilai penerapan sanksi larangan ekspor hingga denda dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri cukup kuat untuk menyelesaikan persoalan DMO batu bara.
Sanksi tersebut berlaku bagi para pelaku usaha batu bara yang tidak memenuhi persentase penjualan batu bara domestic market obligation (DMO) sebesar 25 persen dari rencana jumlah produksi batu bara tahunan atau tidak memenuhi kontrak penjualan.
Menurutnya, pemerintah memang harus tegas dan wajar dalam menegakan aturan terkait pemenuhan kebutuhan batu bara DMO. Hal itu untuk memastikan pasokan batu bara ke sektor kelistrikan tidak mengalami kelangkaan, karena hal ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan ketahanan energi nasional.
Dia mengatakan, pemerintah harus bisa memberikan hukuman yang pantas kepada pemasok batu bara domestik yang melanggar aturan. Apalagi, jika ketidakpatuhan para pemasok disinyalir semata-mata karena mengutamakan ekspor untuk mendapatkan profit yang sebesar-besarnya.
“Kepmen Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 cukup kuat untuk menyelesaikan persoalan DMO. Namun, penting bagaimana melakukan kontrol dan pengawasan ketika diimplementasikan. Sanksi tegas dan penegakan hukum harus bisa dijalankan, jangan sekedar peraturan hanya bagus di atas kertas saja,” katanya kepada Bisnis belum lama ini.
Dia menegaskan, pemerintah harus yakin dalam melaksanakan aturan tersebut, sehingga risiko terburuk blackout karena PLTU kekurangan pasokan batu bara dapat dihindari.
Meski begitu, Kepmen tersebut harus dilengkapi dengan petunjuk teknis untuk bisa menjawab beberapa tata kelola penerapannya, seperti mekanisme pelarangan ekspor, solusi penyelesaian dispute dengan pelanggan ekspor yang harus dijadwal ulang karena mengutamakan pasokan ke dalam negeri di sisa tahun ini, hingga teknis perhitungan perbedaan harga ekspor dan harga domestik yang merupakan denda.
Dalam Kepmen tersebut, perusahaan yang tidak memiliki kontrak penjualan dengan pengguna batu bara dalam negeri atau spesifikasi batu baranya tidak memiliki pasar dalam negeri juga akan dikenai kewajiban pembayaran dana kompensasi.
Terkait ketentuan ini, Rizal menilai, dana kompensasi akan memberikan rasa keadilan dalam berbisnis pertambangan batu bara. Namun, peruntukan dana kompensasi itu harus jelas apakah untuk penerimaan negara atau untuk memperbaiki tata kelola niaga batu bara dalam negeri.
“Ini bisa menjadi dasar untuk perbaikan akar masalah suplai domestik seperti kerja sama jual beli antara pengguna domestik harus melalui pemasok yang andal, optimasi tata niaga trader batu bara domestik di mana harus bekerja sama dengan supplier andal, sehingga pasokan untuk domestik, khususnya ke PLN terjamin dari segi kuantitas dan kualitas,” ujarnya.