Bisnis.com, JAKARTA - Upaya untuk meningkatkan kontribusi pasar dalam negeri terhadap serapan produk tekstil dinilai ekonom sulit direalisasikan dalam waktu dekat. Para pemangku kepentingan disarankan fokus pada penyelamatan industri tekstil dan produk tekstil yang menghadapi berbagai tantangan.
“Meningkatkan konsumsi domestik untuk tekstil agak berat, ya. Karena sebagaimana diketahui produk tekstil dijual di ritel. Dan kondisi ritel kurang mendukung saat ini,” kata Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef Andry Satrio, Kamis (12/8/2021).
Meski demikian, dia tidak memungkiri jika pasar domestik memiliki peluang yang besar mengingat struktur produksi industri tekstil dan produk tekstil tidaklah didominasi ekspor sebagaimana Bangladesh. Untuk itu, dia menyarankan usaha yang lebih konsisten demi menggenjot konsumsi pasar dalam negeri.
“Memang ada tantangan persaingan head to head dengan produk impor, terutama dari segi harga. Terlebih dengan hadirnya e-commerce. Karena itu perlu afirmasi untuk produk lokal, misalnya di lokapasar produk fesyen dari dalam negeri dipajang di halaman depan,” katanya.
Dia juga mengatakan bahwa industri ini memerlukan dukungan yang lebih besar dari pemangku kebijakan, seperti pemberian diskon listrik untuk produksi dan relaksasi kapasitas produksi selama PPKM sehingga industri bisa memenuhi permintaan buyer, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
“Dari data BPS industri tekstil masih terkontraksi secara tahunan, kalau dibandingkan dengan sebelum pandemi lebih dalam. Ini alarm bahaya. Perlu dipastikan industri ini bisa survive. Terlebih negara eksportir lain pulih lebih cepat,” katanya.
Baca Juga
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan tantangan produk tekstil dari luar negeri menjadi salah satu pengganjal untuk merebut pasar domestik. Sementara dari sisi ekspor, pasar terbatas pada negara-negara yang telah memperlihatkan tren pemulihan.
“Pengendalian impor tekstil dan pakaian jadi masih lemah di dalam negeri, terutama sejak pertumbuhan e-commerce naik pesat. Safeguard berbentuk batasan produk impor tekstil harusnya bisa dilakukan,” kata Bhima.
Pemerintah tercatat telah melakukan sejumlah tindak pengamanan terhadap impor tekstil dan produk tekstil. Di antaranya adalah pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) untuk spin drawn yarn dari China dan BMAD pada polyester staple fiber dari India, China, dan Taiwan sejak 2019.
Terdapat pula safeguard atau bea masuk tindak pengamanan (BMTP) pada benang sejak 2020, BMTP pada kain dari Malaysia dan Vietnam sejak 2020, BMTP pada tirai sejak Mei 2020, dan karpet.