Bisnis.com, JAKARTA — Industri alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam) di Tanah Air memiliki potensi di pasar perdagangan global.
Global Firepower pada 2019 menyebutkan, dalam hal anggaran belanja militer, Indonesia mengeluarkan US$6,9 miliar atau setara Rp98 triliun.
Jumlah tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara dengan nilai anggaran militer terbesar kedua setelah Singapura di Asean yang memiliki anggaran US$9,7 miliar atau sekitar Rp135 triliun.
Adapun sejumlah langkah telah dilakukan pemerintah dimulai dalam pemenuhan kebutuhan global dalam penyediaan perlengkapan dan penyediaan bahan sebagai konsentrasi pada industri alpahankam.
Pemerintah juga menempuh beberapa hal untuk meningkatkan nilai jual dan standard kualitas industri pertahanan dengan salah satunya memberikan sertfisikasi penggunaan komponen dan kualitas dalam negeri.
Dalam perdagangan global setidaknya Indonesia menargetkan dari negara tetangga terdekat khususnya pasar Asean.
Saat ini, pangsa pasar ekspor industri ketahanan Indonesia sudah menjangkau negara-negara di kawasan Asean di antaranya Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, dan Myanmar. Bahkan telah mencapai beberapa negara di benua Afrika.
"Kemenperin mengawal proses produksi di industri, serta berupaya menciptakan pasar bagi produk-produk tersebut,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Untuk mendukung kemandirian industri pertahanan, Kemenperin memberikan fasilitasi sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebagai kepastian legalitas terkait kandungan nilai produk dalam negeri.
Kepala Pusat Pusat Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) Kemenperin Nila Kumalasari mengatakan, produk dalam negeri yang layak diberi preferensi adalah yang memiliki nilai TKDN ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) minimal 40 persen.
TKDN akan memiliki nilai yang lebih tinggi jika material dan tenaga kerja berasal dari produk dalam negeri.
"Sertifikasi TKDN barang memiliki masa berlaku selama tiga tahun, sehingga diharapkan para perusahaan yang bergerak di industri pertahanan, baik BUMN maupun BUMS segera mensertifikasi produk-produknya yang belum tersertifikasi,” imbuhnya.