Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dadan Kusdiana meminta PT PLN (Persero) untuk terus mendorong pengembangan PLTS terapung.
Dadan menyebutkan Indonesia memiliki potensi pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di lokasi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) eksisting yang cukup besar, yakni mencapai 12 gigawatt (GW). Potensi tersebut tersebar di 28 lokasi.
Selain itu, potensi pengembangan PLTS terapung di atas waduk atau danau mencapai 28 GW yang tersebar di 375 lokasi.
"Kami minta jajaran direksi PLN dapat mendorong pengembangan EBT [energi baru terbarukan], termasuk PLTS terapung mengingat Indonesia memiliki potensi besar," ujar Dadan dalam acara Deklarasi Financial Close Proyek PLTS Terapung Cirata, Selasa (3/8/2021).
Menurutnya, pengembangan PLTS akan menjadi prioritas pemerintah untuk mencapai target pengembangan EBT sebesar 23 persen di 2025. Hal ini mengingat potensi energi surya di Indonesia sangat melimpah dan pembangunannya cukup cepat, serta harganya semakin kompetitif.
Semakin kompetitifnya harga listrik PLTS terlihat dari harga listrik yang disepakati untuk proyek PLTS Terapung Cirata yang hanya sebesar US$5,82 sen per kWh.
"PLTS Cirata dengan PPA US$5,8179 sen ini telah menjadi benchmark pengembangan PLTS di Indonesia. Bahkan dengan market sounding oleh PLN, pengembang PLTS terapung di beberapa lokasi menunjukkan penawaran harga di bawah US$4 sen per kWh," kata Dadan.
Adapun, PLTS Terapung Cirata akan dibangun di atas Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat dengan kapasitas sebesar 145 megawat Ac (MWAc). Proyek ini dikembangkan oleh PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energi (PMSE).
PMSE merupakan project company yang dimiliki oleh PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (51 persen), cucu usaha PT PLN (Persero) dan Masdar (49 persen), anak usaha Mubadala Investment Company, perusahaan energi baru terbarukan (EBT) asal Uni Emirat Arab.