Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Obat-Obatan Covid-19: Minim Informasi Stok hingga HET Tidak Sesuai

Sejauh ini, terdapat 2.132 apotek di seluruh Indonesia yang sudah bermitra untuk mendistribusikan obat-obatan penanganan Covid-19 seperti Azithromycin, Favipiravir, Immunoglobulin, Ivermectin, Oseltamivir, Remdesivir serta Tocillzumab.
Ivermectin, obat cacing diklaim sembuhkan pasien Covid-19./Istimewa
Ivermectin, obat cacing diklaim sembuhkan pasien Covid-19./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Selain harga jual yang melambung tinggi, minimnya informasi yang diberikan oleh pemerintah mengenai ketersediaan stok obat-obatan penanganan Covid-19 menjadi masalah yang harus dihadapi oleh masyarakat di sejumlah daerah.

Berdasarkan temuan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), situs farmaplus.go.id yang disiapkan untuk memberikan informasi ketersediaan obat-obatan penanaganan Covid-19 kerap kali memberikan informasi yang tidak sesuai dengan kondisi riil di apotek rekanan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Sejauh ini, terdapat 2.132 apotek di seluruh Indonesia yang sudah bermitra untuk mendistribusikan obat-obatan penanganan Covid-19 seperti Azithromycin, Favipiravir, Immunoglobulin, Ivermectin, Oseltamivir, Remdesivir serta Tocillzumab.

Menurut Komisioner KPPU Ukay Karyadi, hal itu terjadi lantaran frekuensi pembaruan informasi yang dilakukan oleh Kemenkes lewat situs farmaplus.go.id masih terbilang rendah lantaran hanya sekali dalam sehari. Dia menyebut sepatutnya informasi yang ditampilkan bersifat waktu nyata (real time) agar masyarakat tak dirugikan.

“Orang melihat di situs itu ada [stok], tetapi ketika didatangi apoteknya ternyata tidak ada. Seharusnya bisa real time seperti stok obat-obatan di [platform] ojek online atau setidaknya tiga kali sehari lah di-update jangan hanya sehari satu kali setiap sore,” katanya beberapa waktu lalu.

Selain itu, menurut Ukay sebaran apotek yang terdaftar dalam farmaplus.kemkes.go.id juga masih belum merata. Apotek tersebut sebagian besar terkonsentrasi di kota-kota besar dan didominasi oleh jaringan apotek nasional yang lagi-lagi cabangnya belum menjangkau kota-kota lapis kedua, terutama di luar Jawa.

“Permintaan memang tinggi di kota-kota besar, tetapi bukan berarti virusnya tidak ada atau tidak ada yang membutuhkan obat-obatan itu di kota-kota kecil atau di pelosok. Sebaiknya distribusi obat-obatan ini tidak hanya mengandalkan apotek,” ujarnya.

Untuk memperluas jangkauan, Ukay menyebut sebaiknya obat-obatan penanganan Covid-19 juga didistribusikan melalui Puskesmas. Pasalnya Puskesmas merupakan garda terdepan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya diluar kota-kota besar.

Terkait dengan kelangkaan obat-obatan tersebut, Direktur Ekonomi KPPU Zulfirmansyah menyebut hal itu juga dipengaruhi oleh rendahnya margin harga eceran tertinggi (HET). Selain itu, kelangkaan juga terjadi lantaran adanya kendala distribusi, khususnya di luar Jawa.

"Informasi yang kami dapatkan juga terutama di beberapa daerah Kalimantan dan Jawa akibat HET yang dipatok. Dari keterangan yang diterima, [apotek] ini mengeluhkan HET yang marginnya sangat tipis. Sehingga, ini menjadi dugaan kita adanya kelangkaan karena pihak apotek atau farmasi tidak bersedia mengadakan obat ini," ungkapnya.

Sebagai solusinya, KPPU merekomendasikan pemerintah untuk mengatur kembali HET obat-obatan penanganan Covid-19. Tentunya pengaturan tersebut dilakukan dengan prinsip tidak ada pihak yang dirugikan, baik masyarakat sebagai konsumen, distributor, maupun produsen.

Saat ini, menurut Zulfirmansyah terdapat dua jenis obat penanganan Covid-19 yang stoknya sebenarnya ada tetapi sulit ditemukan di pasaran. Kalaupun ada, obat tersebut dijual dengan harga sangat tinggi melampaui HET.

“Ada dua jenis obat yang tidak ingin saya sampaikan jenis obatnya karena ini sensitif sekali. Ini masih perlu penelitian lebih lanjut lagi,” ujarnya.

Menanggapi temuan tersebut, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi mengatakan informasi ketersediaan stok yang ada di farmaplus.go.id tergantung pada masing-masing apotek. Pihaknya hanya mengolah informasi yang diperoleh dari apotek tersebut untuk kemudian disebarkan kepada masyarakat.

“Data ini di-update oleh apotek masing-masing, [informasi yang tidak sesuai] ini mungkin karena mereka yang telat meng-update,” katanya kepada Bisnis.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rezha Hadyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper