Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rendemen Gula Lebih Rendah, Pasokan Gula Lokal Belum Bisa Diprediksi

Kementerian Perdagangan menyatakan ketersediaan gula pasir sejauh ini dalam kondisi aman dengan stok total 656.380 ton yang bisa bertahan untuk kebutuhan 2,8 bulan.
Buruh memanen tebu untuk dikirim ke pabrik gula di Ngawi, Jawa Timur, Selasa (8/8)./ANTARA-Ari Bowo Sucipto
Buruh memanen tebu untuk dikirim ke pabrik gula di Ngawi, Jawa Timur, Selasa (8/8)./ANTARA-Ari Bowo Sucipto

Bisnis.com, JAKARTA – Data awal penggilingan tebu di dalam negeri memperlihatkan nilai rendemen yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai rendemen pada 2020. Meski demikian, pasokan gula sampai akhir tahun belum bisa diperkirakan.

Mengacu pada pemantauan pembelian gula/tebu petani di Jawa Timur, salah satu sentra produksi gula, terdapat 3,53 juta ton tebu yang masuk ke pabrik gula per 24 Juli 2021. Tebu tersebut setara dengan 242.328 ton gula, sementara rata-rata rendemen berada di angka 6,86 persen. Rendemen ini lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata  sepanjang 2020 yang bernilai 7,17 persen.

“Ini perlu klarifikasi ke Kementerian Pertanian, bisa saja terjadi karena pergeseran musim. Dari kami hanya melihatnya sebagai pertimbangan untuk memastikan ketersediaan stok dan harga yang terjangkau,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan, Senin (26/7/2021).

Oke mengatakan ketersediaan gula pasir sejauh ini dalam kondisi aman dengan stok total 656.380 ton yang bisa bertahan untuk kebutuhan 2,8 bulan. Stok tersebut berasal dari 570.891 ton gula dari tebu dalam negeri dan 74.504 ton gula hasil pengolahan raw sugar impor. Terdapat pula stok gula di Perum Bulog sebanyak 10.991 ton.

Dia memaparkan pula distribusi gula hasil pengolahan raw sugar impor mencapai 458.547 ton dari 518.779 ton yang telah diproduksi. Sementara untuk gula kristal putih (GKP) impor sebesar 150.000 ton, volume yang telah didistribusi berjumlah 64.779 ton. Impor GKP dialokasikan untuk menjaga harga gula di Indonesia Timur.

“Distribusi untuk GKP impor memang belum besar, tetapi saya melihat harga terkendali. Walaupun masih di atas HET, tetapi tidak berlebihan. Di ritel modern juga tetap dijual sesuai HET Rp12.500 per kilogram,” tambahnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat menyebutkan rendemen rendah pada awal masa giling merupakan hal yang lumrah karena tingkat kemasakan tebu belum optimal. Dia menambahkan bahwa masa giling masih akan berlanjut setidaknya sampai 2,5 bulan ke depan.

“Yang perlu menjadi perhatian sekarang adalah soal sistem pembelian tebu petani dan bagaimana menyangga harga di petani,” kata Budi.

Harga lelang gula yang terbentuk sejauh ini berada di kisaran Rp10.500 sampai Rp10.565 per kilogram (kg) di pabrik gula BUMN maupun swasta. Harga lelang tersebut telah sesuai dengan kebijakan floor price yang disepakati asosiasi petani tebu dan pabrik gula BUMN.

Meski demikian, Budi mengatakan kemampuan keuangan perusahaan pemilik pabrik gula perlu menjadi perhatian. Dia mengatakan asosiasi petani dan pabrik harus senantiasa berkoordinasi soal volume dan periode transaksi gula.

“Ini perlu disiapkan termasuk jika skenario terjelek muncul, misal kesulitan cash flow perusahaan untuk pembayaran gula,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper