Bisnis.com, JAKARTA—Rumah sakit swasta mau tidak mau menjadi yang paling terdampak atas lambatnya realisasi insentif tenaga kesehatan oleh pemerintah. Sebab, persentase tenaga kesehatan di Tanah Air didominasi oleh rumah sakit swasta dengan total sekitar 90.000 orang.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Ichsan Hanafi mengatakan bahwa dari total insentif yang dialokasikan pemerintah, lebih dari 40 persen di antaranya merupakan hak tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit swasta.
Sisanya, disalurkan kepada tenaga kesehatan di rumah sakit pemerintah dan tempat isolasi pasien, seperti Wisma Atlet dan Rumah Susun Nagrak di Jakarta Utara.
Menurut Ichsan, terdapat 2 masalah utama yang menjadi penyebab langsung belum sampainya dana insentif ke tangan para tenaga kesehatan di Tanah Air. Pertama, belum diterimanya buku rekening khusus untuk penyaluran insentif oleh para tenaga kesehatan dari Kementerian Kesehatan.
Ichsan tidak menyebutkan berapa jumlah tenaga kesehatan yang belum memiliki rekening khusus untuk penyaluran insentif. Namun, jumlahnya diasumsikan cukup signifikan jika melihat rendahnya realisasi insentif sampai dengan saat ini.
“Dengan demikian, perlu dilakukan sinkronisasi untuk mempercepat realisasi insentif untuk tenaga kesehatan. Mulai dari pemerintah, perbankan, hingga rumah sakit diharapkan bisa sinkron,” ujar Ichsan, Senin (19/7/2021).
Sekadar informasi, penyaluran insentif untuk tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19 dilakukan secara langsung dari Kementerian Kesehatan melalui lembaga-lembaga di tingkat daerah.
Kedua, pengisian data tenaga kesehatan belum lengkap. Ichsan mengatakan, belum lengkapnya data tenaga kesehatan yang diperlukan dalam penyaluran insentif menjadi faktor yang cukup mengganggu penyaluran insentif kepada tenaga kesehatan di Tanah Air.
Sebab, masalah pendataan menjadi persoalan yang berlarut-larut. Kementerian Kesehatan pada April lalu sudah mendeteksi permasalahan tersebut, tetapi belum ada perbaikan berarti yang dilakukan fasilitas kesehatan terkait penyelesaian masalah tersebut, sehingga tingkat penyerapan anggarannya masih rendah.
Untuk itu, diperlukan upaya ekstra agar realisasinya bisa maksimal sehingga penambahan alokasi anggaran untuk insentif tenaga kesehatan oleh pemerintah tidak hanya terjadi di atas kertas belaka.
Sebagaimana diketahui, baru-baru ini Kementerian Keuangan menambah alokasi anggaran insentif tenaga kesehatan dari Rp17,3 triliun menjadi Rp18,4 triliun. Hal itu diiringi dengan rencana pemerintah untuk merekrut 3.000 dokter baru dan 20.000 perawat untuk penanganan Covid-19.
Sayangnya, masih terdapat 19 provinsi yang belum merealisasikan alokasi anggaran untuk insentif tenaga kesehatan. Provinsi-provinsi tersebut, antara lain Aceh, Sumatra Barat, Kepulauan Riau, Sumatra Selatan, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung.
Kemudian Jawa Barat, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Belum ada informasi terbaru mengenai jumlah insentif yang terealisasi hingga hari ini.
Data terakhir Kementerian Kesehatan menyebutkan dari awal tahun ini hingga 9 Juli 2021, insentif yang direalisasikan baru senilai Rp2,9 triliun untuk 375.000 tenaga kesehatan dan Rp49,8 miliar untuk santunan kepada 166 tenaga kesehatan yang meninggal dunia.