Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan China yang berharap untuk melantai di bursa Amerika Serikat kini menghadapi tugas yang lebih berat dalam menawarkan saham mereka kepada calon investor.
Saat Beijing menyelidiki Didi Global Inc., perusahaan mirip Uber versi China, dan dua perusahaan lain yang baru-baru ini memulai debutnya di Wall Street, manajer ekuitas global mempertanyakan apakah ancaman peraturan yang diterapkan Negeri Tirai Bambu untuk mengendalikan big data adalah risiko yang layak diambil.
“Situasi Didi memperkuat fakta bahwa China terganggu oleh banjir IPO di AS oleh perusahaan teknologi China, dan berusaha memperlambat penerimaan IPO ini di Barat,” kata Hans Albrecht, manajer portofolio di Horizons ETFs Management Canada Inc, dilansir Bloomberg, Selasa (6/7/2021).
Menurut data yang dikumpulkan Bloomberg, tindakan keras terbaru Beijing terhadap industri teknologi akan mempengaruhi sentimen investor pada saat ada sebanyak 34 pengajuan listing perusahaan China atau Hong Kong di AS tertunda. Kesepakatan semacam itu telah berjalan dengan kecepatan rekor, dengan IPO di New York sepanjang tahun ini telah meraup lebih dari US$15 miliar.
Sementara itu saham Didi turun lebih dari 5 persen pada Jumat pekan lalu karena China mengatakan akan memulai tinjauan keamanan siber terhadap perusahaan ride-hailing tersebut.
Dua hari setelah itu, regulator mengatakan perusahaan telah melakukan pelanggaran serius dalam pengumpulan dan penggunaan informasi pribadi. Kemudian memerintahkan aplikasi perusahaan untuk dihapus.
Baca Juga
Investor akan mengamati saham dengan saksama karena perdagangan dilanjutkan di AS setelah libur pada Senin (5/7/2021). Pemerintah China juga sedang menyelidiki Kanzhun Ltd., pemilik platform rekrutmen online, dan Full Truck Alliance Co., startup truk mirip Uber. Kedua perusahaan tersebut terdaftar di AS baru-baru ini.
“Pemerintah China bisa saja menghentikan IPO, seperti yang mereka lakukan dengan Ant,” kata Sharif Farha, manajer portofolio Safehouse Global Consumer Fund yang berbasis di Dubai.
“Sebaliknya, mereka membiarkan investor global menderita, dan akibatnya telah merusak kepercayaan dengan banyak investor asing. Meskipun kami tidak berpartisipasi dalam daftar ini, kami akan membayangkan bahwa beberapa dana akan mempertimbangkan untuk keluar,” lanjutnya.
Salah satu perusahaan yang siap untuk menguji sentimen adalah perusahaan logistik dan pengiriman dari Hong Kong, Lalamove. Perusahaan ini mengajukan penawaran umum perdana AS bulan lalu, menurut orang-orang yang mengetahui masalah ini, dan berusaha untuk mengumpulkan setidaknya US$1 miliar.
"Tindakan keras terbaru adalah berita yang sangat buruk bagi citra perusahaan-perusahaan China ini di luar negeri," kata Ipek Ozkardeskaya, seorang analis senior di Swissquote Group Holdings SA.