Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Covid-19 Melonjak, Industri Mamin Belum Lakukan Penyesuaian

Pelaku usaha belum melihat adanya perubahan signifikan pada permintaan di dalam negeri maupun luar negeri selama lonjakan kasus.
Salah satu fasilitas produksi industri makanan. Istimewa/ Kemenperin
Salah satu fasilitas produksi industri makanan. Istimewa/ Kemenperin

Bisnis.com, JAKARTA – Industri makanan dan minuman belum melihat kendala dalam aktivitas impor bahan baku maupun ekspor produk olahan, meski kasus Covid-19 memperlihatkan kenaikan signifikan dalam beberapa pekan terakhir.

Namun, permintaan dikhawatirkan bisa tergerus jika pembatasan mobilitas berlangsung lebih lama. 

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan kendala yang dihadapi pelaku usaha masih terbatas pada logistik dan biaya kontainer yang masih tinggi. Hal ini diantisipasi dengan melakukan pengadaan stok sedini mungkin.

“Permasalahan sejauh ini masih di logistik, terutama untuk impor bahan baku dan ekspor produk olahan. Hal ini diantisipasi dengan stocking lebih awal karena pada situasi seperti ini sulit memperoleh kapal dan biayanya mahal,” kata Adhi, Kamis (24/6/2021).

Dia pun memastikan ketersediaan bahan baku dalam situasi aman. Pelaku usaha juga belum melihat adanya perubahan signifikan pada permintaan di dalam negeri maupun luar negeri selama lonjakan kasus.

“Yang barangkali kami khawatirkan adalah jika pengetatan PPKM lebih lama dari 5 Juli. Kami harap setelah bisa kembali dilonggarkan karena sudah ada permintaan dari aktivitas yang sebelumnya masih terbatas seperti meeting,” lanjutnya.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani sebelumnya mengatakan industri manufaktur berorientasi ekspor cenderung memiliki kontribusi yang lebih rendah dibandingkan dengan yang berorientasi pasar domestik.

Karena itu, meski permintaan global cenderung bergerak positif, Shinta mengatakan dampaknya terhadap performa impor secara akumulatif tetap terbatas.

Shinta juga berpendapat lonjakan pandemi tidak mendukung peningkatan impor secara keseluruhan yang mencakup impor barang konsumsi, modal, maupun bahan baku atau penolong. PPKM yang diperketat dia sebut akan mengurangi volume kegiatan ekonomi masyarakat yang selama ini menjadi pendorong terbesar kegiatan manufaktur nasional.

“Kalau kita asumsikan PPKM masih akan terus ada 1 bulan ke depan tetapi setelahnya tren penyebaran pandemi terus turun seperti sebelum Lebaran, berarti impor memiliki kecenderungan melambat 1 sampai 2 bulan ke depan dan kemungkinan meningkat setelah PPKM direlaksasi, tergantung pada kondisi pasar sepanjang PPKM ini,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper