Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelemahan Impor Berpotensi Berlanjut Akibat Lonjakan Kasus Covid-19

Perlambatan impor sendiri sempat dialami Indonesia pada dua bulan pertama 2021 yang bertepatan dengan pengetatan PPKM seiring dengan lonjakan kasus Covid-19 setelah libur Natal dan Tahun Baru.
Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha memperkirakan perlambatan impor masih berlanjut imbas dari peningkatan kasus Covid-19 dan pembatasan sosial. Pelemahan diyakini terjadi untuk pengadaan bahan baku/penolong untuk produksi barang bagi pasar domestik maupun yang berorientasi ekspor.

Impor bulanan Indonesia tercatat turun pada Mei di angka US$14,23 miliar setelah mencapai US$16,79 miliar pada Maret dan US$16,20 miliar pada April. Penurunan impor dinilai sebagai bagian dari siklus musiman yang kerap terjadi usai momen Ramadan dan Lebaran.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani mengatakan aktivitas pengadaan bahan baku tetap akan terbatas meski permintaan di pasar ekspor lebih baik dari pada dalam negeri.

Dia menyebutkan importasi setidaknya bisa mulai membaik pada akhir kuartal III/2021 atau menjelang momen kenaikan konsumsi penghujung tahun jika penyebaran kasus Covid-19 berhasil ditekan. 

“Untuk impor oleh industri orientasi pasar domestik dan ekspor akan sama saja karena kegiatan industri manufaktur tidak terlepas dari kebutuhan manpower di pabrik. Lokasi produksi tidak bisa beroperasi secara maksimal dalam kondisi PPKM ketat dan ada kecenderungan delay terhadap logistik barang,” kata Shinta, Kamis (24/6/2021).

Shinta pun mencatat industri manufaktur berorientasi ekspor cenderung memiliki kontribusi yang lebih rendah dibandingkan dengan yang berorientasi pasar domestik. Karena itu, meski permintaan global cenderung bergerak positif, Shinta mengatakan dampaknya terhadap performa impor secara akumulatif tetap terbatas.

Shinta juga berpendapat lonjakan pandemi tidak mendukung peningkatan impor secara keseluruhan yang mencakup impor barang konsumsi, modal, maupun bahan baku atau penolong. PPKM yang diperketat dia sebut akan mengurangi volume kegiatan ekonomi masyarakat yang selama ini menjadi pendorong terbesar kegiatan manufaktur nasional.

“Kalau kita asumsikan PPKM masih akan terus ada 1 bulan ke depan tetapi setelahnya tren penyebaran pandemi terus turun seperti sebelum Lebaran, berarti impor memiliki kecenderungan melambat 1 sampai 2 bulan ke depan dan kemungkinan meningkat setelah PPKM direlaksasi, tergantung pada kondisi pasar sepanjang PPKM ini,” katanya.

Perlambatan impor sendiri sempat dialami Indonesia pada dua bulan pertama 2021 yang bertepatan dengan pengetatan PPKM seiring dengan lonjakan kasus Covid-19 setelah libur Natal dan Tahun Baru.

Pada Januari, total impor berjumlah US$13,33 miliar, turun dibandingkan impor Desember 2020 yang mencapai US$14,44 miliar. Penurunan kembali terjadi pada Februari 2021 yang hanya membukukan nilai US$13,26 miliar.

“Proyeksi ini hanya akan berlaku bila pengendalian pandemi membaik dalam 1 bulan ke depan sehingga PPKM bisa dilepaskan. Ini proteksi berdasarkan skenario yang optimistis dan bisa saja perlambatan impor lebih lama kalau pandemi belum memperlihatkan tren penurunan,” lanjut Shinta.

Shinta juga memperkirakan ekspor komoditas cenderung terus naik sepanjang tahun. Sementara ekspor produk manufaktur berisiko menghadapi tantangan untuk mencapai pertumbuhan yang stabil karena kinerjanya tergantung pada produktivitas industri yang bisa saja terganggu karena penyebaran Covid-19.

Tambahan kasus harian Covid-19 di Tanah Air mencapai 13.681 kasus per hari dalam sepekan terakhir menurut data John Hopkins University. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kasus per hari pada pekan lalu yang berada di angka 9.191 kasus atau pada awal Juni yang tambahan kasus per harinya di kisaran 5.763 kasus.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper