Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Ungkap Alasan Tak Pilih Opsi Lockdown, Biayanya Super Mahal

Biaya mahal menjadi alasan utama mengapa pemerintah tidak melakukan lockdown menyeluruh.
Dokumentasi - Foto aerial suasana kendaraan melintas di Bundaran HI, Jakarta, Senin (14/9/2020). Pada hari pertama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total di DKI Jakarta arus lalu lintas kendaraan terpantau lancar./Antara-Sigid Kurniawan
Dokumentasi - Foto aerial suasana kendaraan melintas di Bundaran HI, Jakarta, Senin (14/9/2020). Pada hari pertama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total di DKI Jakarta arus lalu lintas kendaraan terpantau lancar./Antara-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengutarakan bahwa pemerintah tidak memilih opsi lockdown secara luas lantaran biaya yang dikeluarkan sangat mahal.

Sebagaimana diketahui, pemerintah melakukan penyesuaian dengan lebih mengetatkan penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Mikro mulai 22 Juni hingga 5 Juli 2021, akibat dari melonjaknya kasus Covid-19 dua minggu terakhir.

“Kita hargai berbagai pandangan orang tentang lockdown, tapi virusnya kan masih di sini. Kita lockdown sekarang, nanti [kembali terjadi] penularan berikutnya dan seterusnya begitu, cost-nya sangat mahal sekali,” katanya dalan video conference, Rabu (23/6/2021).

Iskandar menyampaikan, pengendalian dari sisi kesehatan dan pemulihan dari sisi ekonomi perlu berjalan beriringan. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk memberlakukan pengetatan PPKM MIkro ketimbang lockdown.

“Pilihan pertama tentunya aspek kesehatan, tapi kami juga tidak mau masyarakat kelaparan, oleh karena itu pemulihan ekonomi juga penting,” tuturnya.

Lebih lanjut, dia menyampaikan berrdasarkan pengalaman sebelumnya, di mana pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan pada tahun lalu, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021 mengalami penurunan yang sangat dalam hingga mencapai 5,32 persen.

Penurunan yang signifikan tidak hanya terjadi di Indonesia, negara lain pun mengalaminya, seperti China dan Singapura, bahkan Indiia yang mengalami kontraksi ekonomi hingga 16 persen.

“Dengan belajar dari pengalaman bagaiman mencegah Covid-19, di satu sisi kita mulai membangkitkan ekonomi, makanya pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19 seharusnya beriringan dan kita tidak mungkin memulihkan ekonomi jika Covid-19 tidak terkendali,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper