Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia resmi menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 6,25%, yang berpotensi berdampak pada adanya kenaikan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR). Diperkirakan sekitar 3-6 bulan bunga KPR naik.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Amin Nurdin menuturkan, imbas keputusan tersebut bakal berdampak pada kenaikan cicilan KPR yang diproyeksi akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan.
"Untuk KPR walau tidak langsung naik, tetapi sekitar 3 sampai 6 bulan [diproyeksi baru akan naik], dan idealnya [kenaikannya] 100 basis poin," tuturnya kepada Bisnis, kamis (25/4/2024).
Di samping itu, Amin juga memproyeksi kenaikan suku bunga acuan BI bakal menghambat laju pertumbuhan kredit ke depan. Di mana, hal itu dikhawatirkan akan berbanding lurus dengan adanya peningkatan biaya operasional pendapatan operasional (BOPO) industri perbankan.
Dengan demikian, tak ada pilihan lain bagi bank penyalur selain turut mengerek suku bunga kredit. Apabila hal tersebut telah terjadi, maka hal itu praktis dikhawatirkan akan mempengaruhi kualitas kredit masyarakat.
"Manakala pertumbuhan kredit melemah dan beberapa debitur mengalami kesulitan pembayaran, maka ini akan mempengaruhi NPL [non-performing loan] bank. Sehingga, akhirnya akan mempengaruhi kinerja secara umum nantinya," imbuhnya.
Baca Juga
Pada kesempatan berbeda, Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya, mengungkapkan bahwa penetapan kenaikan suku bunga acuan menjadi 6,25% tersebut menjadi yang tertinggi sejak 2016.
Karenanya, dia tak menampik bahwa hal tersebut dikhawatirkan bakal berdampak menggerus margin bisnis para pengembang dan berdampak pada meningkatnya kenaikan bunga KPR bagi para konsumen.
Ditambah, pelemahan harga rupiah juga akhirnya berdampak pada mahalnya material impor hingga menstimulasi peningkatan biaya konstruksi.
"Jadi di satu sisi konsumen akan menghadapi kenaikan bunga KPR. Di sisi developer, juga akan mengalami biaya pembangunan. Sehingga kiri kanan terdampak," tuturnya.
Emiten Properti Tetap Bidik Target Tinggi
Di tengah kebijakan suku bunga tinggi, sejumlah emiten properti justru terpantau membidik target-target yang cukup optimistik.
Emiten properti milik Agung Sedayu Group yakni PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI) menetapkan target pra-penjualan sepanjang 2024 dapat tembus Rp5,5 triliun.
Sepanjang kuartal I/2024, realisasi pra-penjualan dilaporkan telah mencapai 27% dari target atau tembus Rp1,5 triliun.
Presiden Direktur PANI, Sugianto Kusuma atau Aguan, memberikan komentarnya mengenai perihal hal tersebut. Dia mengatakan, sebagai pengembang yang sudah berpengalaman lebih dari 50 tahun, pihaknya berupaya melakukan Inovasi dan meluncurkan produk-produk yang sesuai dengan permintaan pasar yang akan ditranslasikan menjadi target marketing sales.
"PANI akan memegang komitmen kepada seluruh pemangku kepentingan dan menjalankan strategi usaha yang telah dirancang sedemikian rupa," tuturnya.
Kemudian, PT Ciputra Development Tbk. (CTRA) menetapkan target prapenjualan atau marketing sales pada 2024 sebesar Rp11,1 triliun.
Head of Investor Relation CTRA Aditya Ciputra Sastrawinata mengatakan bahwa target marketing sales tahun 2024 itu tumbuh sebesar 8% apabila dibandingkan dengan perolehan tahun sebelumnya sebesar Rp10,2 triliun.
Kemudian, PT Metropolitan Land Tbk. (MTLA) optimis membidik penjualan pemasaran real estate atau marketing sales bakal mencapai Rp1,9 triliun. Angka tersebut meningkat 7,34% dibandingkan dengan realisasi pada 2023 sebesar Rp1,77 triliun.
Direktur MTLA, Olivia Surodjo, menjelaskan sepanjang tiga bulan pertama 2024, MTLA telah membukukan marketing sales sekitar 23% dari total target yang ditetapkan Rp1,9 triliun.
“Hingga Maret 2024 marketing sales Metland sekitar Rp438 miliar," jelasnya.