Bisnis.com, JAKARTA - Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 diperkirakan lebih rendah dari target yang ditetapkan pemerintah pada kisaran 5 persen.
VP Economist PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede memperkirakan pertumbuhan ekonomi hingga akhir 2021 akan mencapai 4 persen, yang mana lebih rendah dari proyeksi pemerintah.
Hal ini dikarenakan angka kasus Covid-19 yang terus mengalami peningkatan. Di sisi lain pemerintah memberlakukan pengetatan penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Mikro untuk menekan mobilitas masyarakat, yang dinilai akan berisiko pada perekonomian kuartal III/2021.
Josua memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021 akan mencapai 6 persen, sedikit lebih rendah dari proyeksi pemerintah 7,1-8,3 persen.
“Memang diperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021 akan sedikit melambat bila dibandingkan perkiraan, namun risiko dari pengetatan justru akan ada di kuartal III/2021. Jika pengetatan diperpanjang, maka pemulihan di kuartal III/2021 akan terhambat,” katanya kepada Bisnis, Rabu (23/6/2021).
Josua menjelaskan, dari sisi produksi, sebagian besar sektor ekonomi pada kuartal II/2021 diperkirakan kembali tumbuh positif, misalnya pada sektor industri manufaktur, perdagangan, dan konstruksi. Ketiga sektor ini mengalami kontraksi yang cukup dalam pada kuartal II/2020.
Baca Juga
Sektor pertanian pun diperkirakan tetap tumbuh positif pada kuartal II/2021, mempertimbangkan permintaan makanan dan minuman yang cenderung meningkat bertepatan dengan momentum Idulfitri.
Menurutnya, pengetatan PPKM Mikro saat ini memang diperlukan guna menjaga nafas dari fasilitas kesehatan yang mulai penuh di area implementasi PPKM Mikro.
Oleh karena itu, dia menyampaikan pemerintah perlu mengimplementasi tracing yang ketat dan mempersiapkan fasilitas kesehatan tambahan pada masa pemberlakuan PPKM Mikro agar kasus Covid-19 dapat terkendali.
Di samping itu, pemerintah juga perlu memperpanjang bantuan sosial tunai yang masa berlakunya habis pada bulan Juni ini untuk menjaga daya beli masyarakat.
“Pemerintah mungkin bisa merealokasi anggaran PEN yang prioritasnya lebih rendah untuk kemudian dialokasikan ke tambahan bansos. Dengan cara ini, pemerintah dapat menjaga konsumsi masyarakat tanpa adanya tambahan beban APBN yang signifikan,” ujarnya.