Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah perlu memperhatikan skenario terburuk jik ngotot menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) jadi 12 persen.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan bahwa memiliki simulasi dampak kenaikkan PPN,
“Upah nominal akan turun dan inflasi akan sedikit turun. Ketika awal, mungkin naik, tapi mulai turun karena permintaan turun. Jadi dampak kenaikan PPN terhadap indikator makro secara umum akan negatif,” katanya, Minggu (20/6/2021).
Berdasarkan catatannya, kenaikan PPN akan membuat upah nominal turun 5,86 persen. Indeks harga konsumen turun 0,84 persen, pertumbuhan ekonomi minus 0,11 persen.
Lalu, konsumsi masyarakat turun 3,32 persen. Ekspor turun 0,14 persen dan impor minus 7,02 persen.
Kenaikan PPN menjadi 12 persen juga berpengaruh pada pendapatan dan konsumsi masyarakat pedesaan juga urban.
Baca Juga
Untuk pendapatan masyarakat dari kelompok rural1 (miskin) hingga rural5 (paling kaya), penurunannya di atas 5 persen. Begitu pula dengan urban1 sampai urban3
Dari sisi konsumsi masyarakat, rural1 sampai rural4 diprediksi bakal turun di kisaran 4 persen dan rural5 sebesar 3,84 persen. Sedangkan urban1 dan urban 2 akan minus di atas 4 persen dan urban 3 yaitu 3,88 persen.
Dampak negatif juga terjadi pada mayoritas tenaga kerja dan output sektoral. Tauhid melihat yang akan tumbuh yaitu pertanian karena masih dibutuhkan meski ada kenaikan barang dan jasa.
Selain menaikkan PPN menjadi 12 persen, pemerintah memiliki skema multitarif. Akan ada pengelompokan barang yang kena PPN lebih kecil dan besar.
Jika menggunakan skema tersebut, Tauhid berharap dampaknya tidak seburuk dengan simulasi yang dimilikinya.
“Tapi dalam situasi sekarang, menaikkan akan membuat perekonomian semakin buruk dan belum tentu akan meningkatkan pendapatan negara,” jelasnya.