Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jepang Akhirnya Cetak Inflasi Pertama Sejak Pandemi

Harga konsumen tidak termasuk makanan segar naik 0,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terangkat oleh lonjakan harga gas 20 persen.
Wartawan mengambil gambar cincin raksasa Olimpiade pada 1 Desember 2020 di Tokyo, Jepang./Antara/Reuters
Wartawan mengambil gambar cincin raksasa Olimpiade pada 1 Desember 2020 di Tokyo, Jepang./Antara/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Inflasi Jepang naik tipis ke teritori positif untuk pertama kalinya dalam 14 bulan karena kenaikan biaya komoditas mendorong harga bensin yang lebih tinggi.

Harga konsumen tidak termasuk makanan segar naik 0,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terangkat oleh lonjakan harga gas 20 persen, menurut data kementerian dalam negeri yang dirils Jumat (18/6/2021). Para ekonom telah memperkirakan harga-harga akan flat secara keseluruhan.

Sementara kenaikan inflasi terkecil sekalipun kemungkinan akan dilihat secara positif oleh Bank of Japan, namun momentum harga masih jauh lebih lemah daripada di AS dan negara-negara lain di mana bank sentral mulai memproyeksikan kemungkinan kenaikan suku bunga.

BOJ memperkirakan inflasi tetap di bawah target 2 persen di masa mendatang, yang berarti stimulus utamanya mungkin akan tetap berlaku untuk tahun-tahun mendatang.

"Di masa lalu, bahkan ketika inflasi dikatakan 2 persen di negara lain, tekanan deflasi tetap ada di Jepang dan tren itu mungkin berlanjut," kata ekonom Takeshi Minami dari Norinchukin Research Institute. “Konsumen Jepang berhenti membeli ketika harga naik.”

Pelemahan harga Jepang telah diperburuk oleh beberapa faktor khusus, termasuk pemotongan biaya ponsel yang dianjurkan oleh Perdana Menteri Yoshihide Suga. Angka ini belum termasuk dampak dari rencana telepon seluler yang lebih murah. Jika itu terjadi, indeks harga konsumen mungkin naik 0,5 persen atau 0,6 persen, kata Minami.

Ekonom Bloomberg Yuki Masujima memperkirakan inflasi inti akan kembali pada level 0 persen secara tahunan pada Juni. "Dengan asumsi keadaan darurat berakhir 20 Juni sesuai jadwal. Di luar itu, kenaikan permintaan dan harga energi yang tinggi akan mengerek inflasi inti menjadi 0,3 persen pada kuartal ketiga," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper