Bisnis.com, JAKARTA — Pada saat perusahaan-perusahaan energi internasional telah mulai mengalihkan investasinya ke energi baru dan terbarukan, PT Pertamina (Persero) masih bakal menggelontorkan anggarannya untuk energi fosil.
Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Bisnis Pertamina Iman Rachman menyatakan bahwa keputusan investasi perusahaan energi di Indonesia tidak dapat disamakan dengan perusahaan di luar negeri. Pasalnya, karakteristik kebutuhan energi di Indonesia memiliki keunikan tersendiri.
Menurut Iman, bahan bakar minyak masih akan berkontribusi paling besar dalam bauran energi nasional bahkan sampai dengan 2060.
"Pada saat 90 persen IOC [international oil company] mereka memindahkan investasinya dari bahan bakar fosil ke energi baru terbarukan, saya pikir di Indonesia kita masih membutuhkan bahan bakar fosil, dalam hal volume setidaknya sampai dengan 2050 atau 2060," katanya dalam webinar The 3rd Indonesia Energy Efficiency and Conservation Conference & Exhibition, Selasa (15/6/2021).
Dia mengatakan, pada masa transisi energi, Pertamina tidak akan memutar 180 derajat bisnisnya dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT) ke depannya.
Pertamina, kata Iman, masih akan menggantungkan bisnisnya pada energi fosil yang pada saat masa transisi energi akan lebih mengandalkan produk petrokimia dan LNG.
Hal tersebut terlihat dari porsi investasi Pertamina hingga 2024 mendatang yang masih didominasi pada proyek di hulu migas. Dari total investasi US$92 miliar, Pertamina bakal menggelontorkan anggaran sebesar US$64 miliar untuk bisnisnya di hulu migas.
Semenetara itu, US$20 miliar akan dikucurkan untuk proyek di hilir dan US$8 miliar akan diinvestasikan pada sektor gas, kelistrikan, dan EBT. "Kami tetap berinvestasi banyak di hulu migas."