Bisnis.com, JAKARTA – Surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan akan berlanjut pada Mei 2021 dengan angka yang lebih tinggi dari bulan sebelumnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira memperkirakan neraca perdagangan Indonesia Mei 2021 akan surplus di kisaran US$2,3 miliar sampai dengan US$2,5 miliar.
Menurut Bhima, berlanjutnya surplus terjadi karena pemulihan permintaan dari negara mitra dagang utama di Indonesia seperti Amerika Serikat (AS), yang permintaan domestiknya ikut meningkat seiring dengan stimulus ekonomi yang semakin dirasakan. Hal tersebut juga ikut meningkatkan harga komoditas pertambangan serta perkebunan, yang dinilai Bhima memiliki prospek cukup baik.
“Bahkan harga minyak mentah pun juga cenderung mengalami kenaikan. Baik eskpor migas kita maupun non-migas, itu sama-sama diproyeksikan membaik,” kata Bhima kepada Bisnis, Senin (14/6/2021).
Akan tetapi, Bhima menyebut tantangan datang dari kenaikan impor barang konsumsi yang disebabkan oleh faktor seasonal (musiman). Hal tersebut terjadi karena libur Idulfitri yang jatuh pada Mei 2021.
“Tapi masih bisa ditopang karena kenaikan ekspor khususnya ke China dan Amerika yang trennya masih positif,” ujarnya.
Baca Juga
Secara keseluruhan dia menyebut tren surplus neraca dagang Indonesia akan berlanjut hingga akhir 2021, seiring dengan proyeksi harga minyak mentah yang diperkirakan berada di kisaran US$75 sampai dengan US$80 per barel.
Surplus juga, kata Bhima, akan berlanjut sebelum adanya taper tantrum pada 2022. Tantangan meningkatkan surplus sebelum 2022 juga perlu diantisipasi mengingat adanya rebalancing ekonomi China yang dapat mengubah struktur perekonomian domestiknya.
“Karena produk yang dijual ke pasar China akan mengalami perubahan baik kualitas, kuantitas, dan jenis produk. Karena, orientasi pasar China nanti akan lebih ke internal dibandingkan dengan kinerja ekspor. Dua faktor itu yang jadi game-changer di neraca dagang kita,” pungkasnya.