Bisnis.com, JAKARTA — Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan bahwa pemerintah telah memberlakukan pengenaan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) hasil pertanian tertentu sebesar 1 persen. Hal tersebut juga mungkin diterapkan pada sembako.
“Opsi PPN final ini dimungkinkan untuk dijadikan skema bagi pengenaan barang kena pajak yang dibutuhkan masyarakat banyak seperti sembako,” katanya melalui pesan instan, Rabu (9/6/2021).
Saat ini, pemerintah berencana memberikan tiga skenario multitarif PPN. Pertama menerapkan tarif PPN umum untuk kebutuhan pokok sebesar 12 persen seperti yang tercantum pada draf Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Kedua, dikenakan tarif rendah sesuai dengan skema multitarif rumusan otoritas fiskal yaitu 5 persen. Terakhir menggunakan PPN final sebesar 1 persen.
Untuk skema terakhir, sudah digunakan untuk hasil pertanian yang mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 89/2020 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu. Singkatnya, beberapa produk pertanian, perkebunan, dan kehutanan kena PPN 1 persen.
Sementara itu, pemerintah dianggap berlaku sangat baik melalui rezim perpajakan yang berlaku selama ini. Saking baiknya, Yustinus melalui akun Twitternya menulis bahwa banyak barang dan jasa dikecualikan atau mendapat fasilitas tanpa dipertimbangkan jenis, harga, dan kelompok yang mengonsumsi.
Mulai dari beras, minyak goreng, jasa kesehatan, hingga pendidikan bebas pungutan baik kualitas terbaik maupun standar. Pengaturan demikian menjadikan tujuan perpajakan tidak tercapai.
Masyarakat mampu tak bebas pungutan karena mengonsumsi barang atau jasa yang tidak dikenai PPN. Oleh karena itu, tambah Yustinus, perlu dipikirkan upaya menata ulang agar sistem PPN lebih adil.
Caranya, yang dikonsumsi masyarakat banyak yaitu menengah ke bawah harus dikenai tarif lebih rendah, bukan 10 persen. Sebaliknya, yang dikonsumsi kelompok atas bisa dikenai PPN lebih tinggi.
Menurutnya, ini adil. Dengan demikian, filosofis pajak gotong royong bisa dicapai.
“Maka sekali lagi, ini saat yang tepat merancang dan memikirkan. Bahwa penerapannya menunggu ekonomi pulih dan bertahap, itu cukup pasti. Pemerintah dan DPR memegang ini,” tulisnya.