Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pemerintah untuk menyinkronkan titik-titik bandara internasional hanya memungkinkan untuk dilakukan sementara waktu selama masa pandemi Covid-19 bukan secara permanen.
Rencana tersebut sempat mengemuka dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang mengatakan maskapai penerbangan sebaiknya fokus di rute dan penerbangan domestik sedangkan untuk internasional hanya sebatas membantu mobilisasi ke Indonesia.
Erick pun menegaskan tidak perlu mencontoh maskapai milik negara kecil yang melakukan bisnis penerbangan internasional karena model bisnisnya yang memang berbeda.
Terkait dengan hal tersebut, pemerhati penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) Gerry Soedjatman mengatakan sinkronisasi bandara internasional pasca pandemi tak mungkin dilakukan karena bisa berdampak kepada pemulihan ekonomi dan kedatangan wisatawan dari mancanegara.
"Paling selama pandemi ya idealnya bandara untuk internasional dibuka di Jakarta, Bali dan mungkin Medan. Itupun kalau mau tambah buka. Kondisinya saat ini memang yang utama kan internasional di Jakarta saja," ujarnya, Senin (7/6/2021).
Saat ini, papar Gerry, bandara-bandara di luar Jakarta pun hanya menangani Warga Negara Indonesia (WNI) dan pelaku perjalanan pemegang KITAS yang keluar masuk.
Baca Juga
Rencana ini pun sebetulmya mirip dengan yang sebelumnya menjadi arahan Presiden RI Joko Widodo untuk memangkas jumlah bandara internasional di Indonesia yang jumlahnya terlampau banyak.
Menurutnya, secara umum wacana tersebut tak sesuai dengan kebutuhan pasar dan berpotensi merugikan pariwisata Indonesia. Pasalnya, Gerry menyebut sebelum pandemi, slot penerbangan domestik saja sudah banyak yang habis di bandara internasional.
"Sebelum 2020, itu terbang domestik dari bandara internasional sudah tak bisa nambah penerbangan lagi sudah penuh. Makanya bandara kita selalu nambah," inbuhnya.
Dengan kondisi yang ada, jika kemudian jumlah bandara internasional dipertimbangkam untuk dikurangi, dia menyebut pemerintah sama saja dengan melakukan bunuh diri.
Sebelumnya pada rapat dengan DPR Komisi VI Kamis (3/6/2021) lalu, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan tak hanya Garuda saja tapi banyak BUMN katanya, mesti mengubah bisnis model pasca Covid-19.
Erick menyebutkan Indonesia merupakan negara kepulauan yang mestinya fokus di pemerbangan domestik. Sementara untuk peberbangan internasional, lanjutnya, hanya sebatas membantu mobilisasi ke Indonesia.
Apalagi banyak maskapai milik negara kecil yang melakukan bisnis penerbangan internasionall, mereka tidak perlu dijadikan contoh karena bisnis modelnya berbeda.
"Ketiga mengenai kebijakan, BUMN tidak bisa berkelanjutan kalau kebijakan berubah-berubah, saya sudah banyak bicara dengan Kementerian Perhubungan, airport tidak bisa semua open sky untuk pesawat asing mendarat," ujarnya.
Menurut Erick, melihat realita Covid-19, tidak mungkin titik kedatangan internasional ke Indonesia seperti dahulu, perlu dikerucutkan.
Pandemi ini menjadi kesempatan sinkronisasi bandara, titik-titik bandara mana saja yang dibuka untuk penerbangan internasional. Nanti dari sana ke 20 kota di sekitarnya dapat menggunakan Garuda Indonesia atau maskapai swasta.
"Kita ke AS hanya beberapa airport yang dibuka untuk internasional dan di China juga begitu. Kebijakan ini sangat berpengaruh ke kita," imbuhnya.