Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri memperkirakan rebalancing ekonomi di China bisa mengubah struktur perekonomian di negara tersebut. Pasalnya, rebalancing bertujuan untuk menyeimbangkan fokus perekonomian.
Sebelumnya, ekonomi China berorientasi pada sektor eksternal seperti ekspor. Dengan adanya rebalancing menjadi sektor domestik atau konsumsi masyarakat.
"Karena memang domestic economy-nya dibandingkan dengan external-nya hingga dekade pertama 2000-an, itu masih sangat berat sekali dependensinya terhadap external economy," jelas Yose kepada Bisnis, Kamis (3/6/2021).
Menurut Yose Rizal, rebalancing juga diartikan mengubah fokus perekonomian China yang sebelumnya investment-driven (digerakkan oleh investasi), menuju kepada consumption-driven (digerakkan oleh konsumsi) atau inovasi.
Oleh karena itu, Yose memperkirakan hal tersebut bisa membuka kesempatan bagi dunia, khususnya Indonesia. Dia yakin RI bisa masuk ke pasar China. Pasalnya, mereka akan membutuhkan impor lebih banyak untuk meningkatkan konsumsi domestik.
"Artinya satu perekonomian besar seperti di China, naik saja 5 persen konsumsinya itu tinggi sekali dampaknya terhadap dunia. Mereka akan butuh barang-barang yang datang dari luar negeri," ujar Yose.
Baca Juga
Sebaliknya, ketika investasi dikurangi, maka permintaan terhadap raw materials (bahan baku/barang mentah) untuk barang investasi juga diperkirakan akan turun. Padahal, kata dia, porsi eskpor Indonesia terhadap China untuk raw materials cukup tinggi.
Meski begitu, Yose mengatakan kini Indonesia belum mengalami hal tersebut karena diuntungkan dari tensi dagang antara Australia dan China.
"Kalau memang China meningkatkan konsumsinya, ini akan menjadi market destination baru. Di situ market destination baru yang sangat menarik. Indonesia seharusnya juga bisa ambil kesempatannya," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan Indonesia perlu mengantisipasi proses rebalancing (keseimbangan kembali) ekonomi di China, meski pemulihan ekonomi sedang terjadi dan memberi dasar untuk optimistis.
Menurut Sri, keseimbangan kembali di China akan bisa memengaruhi fluktuasi harga komoditas. Hal tersebut juga memberi dampak negartif kepada seluruh perekonomian dunia.