Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang menembus level 55,3 tentunya didorong oleh meningkatnya produk industri.
Hal itu baik permintaan secara domestik dan global yang semakin meningkat. "Kemungkinan peningkatan bisa jadi masih akan ada tetapi tidak terlalu besar karena kita sudah melewati periode dengan peningkatan yang cukup tinggi didorong oleh Ramadan dan Lebaran kemarin," katanya kepada Bisnis, Rabu (2/6/2021).
Andry menyebut pada prinsipnya optimisme pelaku industri yang tercermin dari level PMI saat ini perlu dijaga. Pasalnya, jika gelombang pasca Lebaran akan terjadi maka akan melemahkan kembali optimisme yang sudah ada saat ini.
Sisi lain, Andry juga mengharakan pemerintah dapat melakukan restriksi dari luar negeri. Meski efeknya dalam jangka pendek akan berpengaruh pada kegiatan investasi asing.
Namun, dalam kondisi ini pemerintah jangan sampai memberi celah yang bisa berdampak besar hanya karena keuntungan jangka pendek.
"Apalagi sekarang vaksin dari program pemerintah juga memiliki kendala seperti kasus Astrazeneca, sedangkan kita berburu pada waktu untuk mencapai target herd immunity agar pemulihan optimal," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut tingkat ekspansi di sektor manufaktur Indonesia kembali mencapai rekor baru pada Mei 2021. Hal itu pun menjadi sinyal kebangkitan industri.
PMI manufaktur Indonesia pada bulan kelima tahun ini di atas PMI manufaktur Asean yang berada di level 51,8. Di tingkat regional ini, PMI manufaktur Indonesia mengungguli PMI manufaktur Vietnam (53,1), Malaysia (51,3), Singapura (51,7), Filipina (49,9), dan Thailand (47,8). Bahkan, PMI manufaktur Indonesia juga memimpin dibanding PMI manufaktur Korea Selatan (53,7), Jepang (53,0), China (52,0), dan India (50,8).