Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan kenaikan tarif baru Pajak Pertambahan Nilai yang diusulkan oleh pemerintah akan sangat berdampak bagi industri.
Kendati demikian, dia mengemukakan para pelaku usaha industri terkait masih melakukan kajian mengenai usulan itu.
"Dari pelaku industri belum bisa komentar secara detail. Sebab, masih harus dilakukan kajian. Namun yang jelas kenaikan tarif tersebut akan sangat berdampak," ujar Adhi, Selasa (1/6/2021).
Dia memperkirakan usulan kenaikan tarif PPN tersebut hanya mengatur perihal batasan besaran pajak yang dikenakan, dan belum untuk diterapkan. Dari sejumlah negara, lanjutnya, penerapan PPN bisa multitarif di mana rata-rata tarif untuk produk pangan besarannya lebih kecil.
Sebagai informasi, pemerintah memutuskan usulan tarif baru Pajak Pertambahan Nilai sebesar 12 persen, naik 2 persen dibandingkan dengan tarif yang selama ini berlaku yakni sebesar 10 persen. Tarif baru ini masuk ke dalam salah satu cakupan Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Angka 12 persen diusulkan setelah otoritas fiskal melakukan pengkajian secara mendalam dari berbagai aspek. Di antaranya kondisi daya beli masyarakat, di mana pemerintah optimistis ada perbaikan mulai tahun ini sejalan dengan vaksinasi massal serta berbagai bantuan yang dikucurkan untuk mengerek konsumsi.
Pertimbangan lain adalah perbandingan antara tarif PPN di kawasan lain yang relatif lebih tinggi.
Pemerintah juga sudah siap membahas besaran kenaikan PPN 12 persen bersama DPR karena RUU KUP sudah masuk ke DPR. Sejumlah kalangan menilai angka 12 persen cukup ideal.
Berdasarkan rencana kerja pemerintah, implementasi kebijakan PPN baru itu akan diterapkan pada 2022 sebagai salah satu cara menaikkan penerimaan pajak pada 2023. Target defisit anggaran 2023 ditarget di bawah 3 persen.