Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah diminta melakukan kajian secara komprehensif terhadap sumbangan industri hasil tembakau (IHT) nasional yang selama ini telah menopang perekonomian nasional. Pasalnya, dalam lima tahun ke belakang kebijakan untuk industri ini dinilai tak mendukung iklim usaha.
Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Mohammad Nur Azami mengatakan pemerintah jangan hanya melihat dari sudut pengendalian tembakaunya saja. Hal itu dikarenakan IHT meliputi sektor pertanian, akses konsumen, perpajakan, hingga cukai yang harus dihitung kembali.
Dia menyayangkan sebagai negara yang belum meratifikasi perjanjian FCTC atau Framework Convention Tobacco Control, tetapi kebijakan yang dijalankan sudah mengadopsi poin komitmen perjanjian global tersebut.
"Salah satunya bisa dilihat dari kenaikan cukai yang secara gradual dalam lima tahun sudah mencapai hampir 200 persen seperti target FCTC," katanya dalam webinar, Senin (31/5/2021).
Azami menyebut sejak WHO menetapkan 31 Mei sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada 1988, ragam pro dan kontra memang menyelimuti peringatan tersebut.
Namun, bagi dunia pertembakauan di Indonesia, peringatan hari tersebut mencederai akal sehat masyarakat Indonesia. Hingga hari ini, kretek, dalam hal ini adalah tembakau, telah menghidupi jutaan masyarakat Indonesia.
"Ada 6 juta pekerja kretek yang menggantungkan hidupnya dari tembakau. Ini belum termasuk rumah tangga dari para petani. Agenda besar kelompok antirokok membatasi dan membuat industri ini stagnan dan tidak tumbuh. Seakan-akan peran industri ini jatuh dan dengan sendirinya menganggap pabrik ini stagnan lalu mati," ujarnya.
Alhasil, tanpa melakukan ratifikasi FCTC sejatinya Indonesia telah sejalan dengan agenda global. Selain itu, tidak hanya permasalahan petani dan produk tembakau, melainkan juga ruang bagi perokok.
"Hal ini juga sangat janggal, apalagi di berbagai daerah giat untuk mengadakan Kawasan Tanpa Rokok yang membatasi akses untuk mengonsumsi produk tersebut. Peraturannya pun terkesan dipaksakan,” ujar Azami.